Revrisond Kaitkan Kasus Bank Century dengan Neoliberal
BANTUL–”Belum sampai 100 hari SBY-Boediono bekerja, neoliberalisme yang sempat dikhawatirkan banyak pihak mulai muncul ke permukaan. Mungkin saat kampanye dahulu, orang banyak beranggapan isu neolib hanya dipolitisasi. Tapi sekarang apa masih hanya dianggap seperti itu?” kata ekonom dari UGM, Revrisond Baswir.
Dia berbicara pada diskusi bertajuk ”Neoliberalisme dan Century Gate” yang diselenggarakan oleh Jurusan Ilmu Pemerintah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Kampus Terpadu UMY, Kasihan, Bantul, Kamis.
Menurut Revrisond, sebelum kasus Bank Century muncul kepermukaan, isu neolib sempat menjadi bahan diskusi menarik ketika masa kampanye Pemilihan Presiden beberapa waktu lalu. Dan, ”Kini neoliberalisme kembali hangat diperbincangkan setelah kasus Century mulai menunjukkan titik terang,” kata Revrisond, seperti yang dikutip pada rilis yang dikeluarkan Humas UMY Kamis (17/12).
Berkaitan dengan kasus Bank Century, Revrisond menyampaikan saat ini dari proses demi proses yang dilewati beberapa pihak yang terlibat, Bank Indonesia (BI), Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), hasil akhirnya adalah keluarnya keputusan bahwa Bank Century adalah bank gagal berdampak sistemik.
Katanya, rapat KSSK menyimpulkan bahwa Bank Century adalah bank gagal. Menurut dia, putusan itu adalah sebuah keputusan yang patut dipertanyakan.”Terlebih Perppu nomor 8 tahun 2008 ditolak oleh DPR. Maka kucuran dana tersebut tidak sah. Revrisond menilai Perppu tersebut tendensius karena hanya bank Century saja yang rasio kecukupan modalnya di bawah 8 persen,” tuturnya.
Jadi, lanjutnya,”Sangat aneh, aturan yang dibuat sendiri oleh BI kemudian dilanggar sendiri, Aturan tersebut lalu diubah agar sesuai dengan yang diinginkan. Namun lagi-lagi dilanggar sendiri. Keputusan menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik melanggar banyak syarat.”
Dalam diskusi itu, Revrisond juga menyindir ekonom-ekonom yang getol membela Boediono dan Sri Mulyani. Katanya, banyak ekonom yang dekat dengan Boediono maupun Sri Mulyani berbondong-bondong memberikan pembelaan kepada dua tokoh sentral dalam kasus ini. Ia tak menyebutkan siapa-siapa saja ekonom yang dimaksudnya.
”Tidak semua sepakat bahwa bank Century ini adalah bank gagal berdampak sistemik. Sangat memprihatinkan ada pejabat yang disinformasi ketika mengambil keputusan. Dapat dikatakan bahwa dalam kasus ini terjadi malpraktek perbankan. Pihak-pihak yang terlibat pun mengakuinya. Dalam rapat KSSK pun Boediono sudah mengakui kesalahan tersebut,” kata Revrisond.
Dia juga melihat keputusan akhir KSSK ini merupakan buah dari tawaran mal praktik BI sejak lama. ”Artinya, mal praktik dalam hal supervisi bank yang dibawa ke KSSK sehingga tidak punya pilihan. Gubernur BI mengirimkan surat yang isinya meminta bank Century diselamatkan. Tentu ini harus dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Ia mengatakan dugaan ini bukan tanpa alasan. ”Kita tidak perlu menutup mata dan berpura-pura tidak tahu bahwa Indonesia adalah Negara juara korupsi. Jadi ya sangat mungkin terjadi. Selain itu, bukan pertama kali ini petinggi BI terjerat hukum. Mulai dari Abdullah, sampai dugaan kasus penyuapan terhadap anggota DPR yang dilakukan Miranda Goeltom,” tegas Revrisond.
Revrisond melihat kecukupan modal Century sebesar -3,5 (minus) seharusnya membuat Century sudah ditutup. ”Namun ada surat dari Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia yang menyatakan bahwa Bank Century harus diselamatkan, tidak ada pilihan lain. Padahal bank Indover milik pemerintah saja ditutup,” katanya.
Ia lalu mengingatkan agar rakyat terus memantau perkembangan kasus ini. Menurutnya, ada upaya untuk mengalihkan kasus Bank Century ini ke arah konflik personal. ”Seperti pertengkaran antara Sri Mulyani dengan Abu Rizal Bakrie, silang pendapat antar anggota pansus hak angket century, kasus salah keterangan dari anggota pansus Bambang Soesatyo terkait dugaan pembicaraan antara Sri Mulyani dengan Robert Tantular yang lalu ibarat menjadi titik balik serangan, dan sebagainya,” tegasnya.
Revrisond mengatakan, dalam kasus Bank Century ini ke depan perlu ditelisik lebih jauh. ”Siapa saja yang terlibat? Apa kepentingannya? Ke mana dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun tersebut mengalir? Siapa yang menikmati dana tersebut? Apakah benar dana tersebut mengalir kepada partai atau tim capres tertentu? Sepertinya kita masih harus menunggu jawabannya,” kata Revrisond. (Republika online, 17/12/2009)
Dia berbicara pada diskusi bertajuk ”Neoliberalisme dan Century Gate” yang diselenggarakan oleh Jurusan Ilmu Pemerintah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Kampus Terpadu UMY, Kasihan, Bantul, Kamis.
Menurut Revrisond, sebelum kasus Bank Century muncul kepermukaan, isu neolib sempat menjadi bahan diskusi menarik ketika masa kampanye Pemilihan Presiden beberapa waktu lalu. Dan, ”Kini neoliberalisme kembali hangat diperbincangkan setelah kasus Century mulai menunjukkan titik terang,” kata Revrisond, seperti yang dikutip pada rilis yang dikeluarkan Humas UMY Kamis (17/12).
Berkaitan dengan kasus Bank Century, Revrisond menyampaikan saat ini dari proses demi proses yang dilewati beberapa pihak yang terlibat, Bank Indonesia (BI), Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), hasil akhirnya adalah keluarnya keputusan bahwa Bank Century adalah bank gagal berdampak sistemik.
Katanya, rapat KSSK menyimpulkan bahwa Bank Century adalah bank gagal. Menurut dia, putusan itu adalah sebuah keputusan yang patut dipertanyakan.”Terlebih Perppu nomor 8 tahun 2008 ditolak oleh DPR. Maka kucuran dana tersebut tidak sah. Revrisond menilai Perppu tersebut tendensius karena hanya bank Century saja yang rasio kecukupan modalnya di bawah 8 persen,” tuturnya.
Jadi, lanjutnya,”Sangat aneh, aturan yang dibuat sendiri oleh BI kemudian dilanggar sendiri, Aturan tersebut lalu diubah agar sesuai dengan yang diinginkan. Namun lagi-lagi dilanggar sendiri. Keputusan menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik melanggar banyak syarat.”
Dalam diskusi itu, Revrisond juga menyindir ekonom-ekonom yang getol membela Boediono dan Sri Mulyani. Katanya, banyak ekonom yang dekat dengan Boediono maupun Sri Mulyani berbondong-bondong memberikan pembelaan kepada dua tokoh sentral dalam kasus ini. Ia tak menyebutkan siapa-siapa saja ekonom yang dimaksudnya.
”Tidak semua sepakat bahwa bank Century ini adalah bank gagal berdampak sistemik. Sangat memprihatinkan ada pejabat yang disinformasi ketika mengambil keputusan. Dapat dikatakan bahwa dalam kasus ini terjadi malpraktek perbankan. Pihak-pihak yang terlibat pun mengakuinya. Dalam rapat KSSK pun Boediono sudah mengakui kesalahan tersebut,” kata Revrisond.
Dia juga melihat keputusan akhir KSSK ini merupakan buah dari tawaran mal praktik BI sejak lama. ”Artinya, mal praktik dalam hal supervisi bank yang dibawa ke KSSK sehingga tidak punya pilihan. Gubernur BI mengirimkan surat yang isinya meminta bank Century diselamatkan. Tentu ini harus dipertanggungjawabkan,” tegasnya.
Ia mengatakan dugaan ini bukan tanpa alasan. ”Kita tidak perlu menutup mata dan berpura-pura tidak tahu bahwa Indonesia adalah Negara juara korupsi. Jadi ya sangat mungkin terjadi. Selain itu, bukan pertama kali ini petinggi BI terjerat hukum. Mulai dari Abdullah, sampai dugaan kasus penyuapan terhadap anggota DPR yang dilakukan Miranda Goeltom,” tegas Revrisond.
Revrisond melihat kecukupan modal Century sebesar -3,5 (minus) seharusnya membuat Century sudah ditutup. ”Namun ada surat dari Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia yang menyatakan bahwa Bank Century harus diselamatkan, tidak ada pilihan lain. Padahal bank Indover milik pemerintah saja ditutup,” katanya.
Ia lalu mengingatkan agar rakyat terus memantau perkembangan kasus ini. Menurutnya, ada upaya untuk mengalihkan kasus Bank Century ini ke arah konflik personal. ”Seperti pertengkaran antara Sri Mulyani dengan Abu Rizal Bakrie, silang pendapat antar anggota pansus hak angket century, kasus salah keterangan dari anggota pansus Bambang Soesatyo terkait dugaan pembicaraan antara Sri Mulyani dengan Robert Tantular yang lalu ibarat menjadi titik balik serangan, dan sebagainya,” tegasnya.
Revrisond mengatakan, dalam kasus Bank Century ini ke depan perlu ditelisik lebih jauh. ”Siapa saja yang terlibat? Apa kepentingannya? Ke mana dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun tersebut mengalir? Siapa yang menikmati dana tersebut? Apakah benar dana tersebut mengalir kepada partai atau tim capres tertentu? Sepertinya kita masih harus menunggu jawabannya,” kata Revrisond. (Republika online, 17/12/2009)
Labels: Berita Dalam Negeri
Cetak halaman ini