BIBEL & UMAT KRISTIANI BERSELISIH PAHAM TENTANG PERAYAAN NATAL,ASAL USUL POHON NATAL & KEBOHONGAN BERNAMA SINTERKLAS,ADA APA?
BY: ANNISAA AL-MUQARRABINA
Oleh kaum Kristiani, tanggal 25 Desember kadung dianggap sebagai Hari Natal, Hari Kelahiran Yesus. Diberbagai belahan dunia, mayoritas umat Kristiani merayakan hari ini dengan penuh suka cita. Bahkan memasuki bulan Desember, aroma Natal sudah terasa hampir di setiap sudut kota-kota besar. Pohon terang, pohon cemara yang dililit lampu-lampu kecil yang berkelap-kelip, dengan segala aksesorinya biasanya sudah terpasang di setiap sudut-sudut hotel, restoran, pusat perbelanjaan, ataupun café-café. Di sejumlah tempat keramaian, musik-musik Natal pun sudah bergema.
Mayoritas umat kristiani merayakan ini. Sedangkan minoritas umat Kristiani tidak ikut-ikutan merayakan Natal pada tanggal tersebut. Kenapa? Ya, karena umat Kristen Ortodoks atau biasa juga disebut Kristen Timur, Kristen Rasuli, Kristen Yehova dan banyak lagi aliran maupun sekte-sekte Kristen lainnya tidak merayakan Natal pada tanggal 25 Desember. Ada yang merayakan Natal pada setiap bulan September, 6 januari atau 25 Maret.
Yang mengherankan adalah pandangan dari Herbert W. Amstrong, Pastor dari Worldwide Chuch of God yang berpusat di California, AS, ini dengan ttegas menyatakan bahwa Bibel sama sekali tidak pernah menganjurkan atau menyuruh umat Kristiani untuk merayakan Natal. Tradisi-tradisi seperti memperingati hari kelahiran (Natal), pohon Natal, Sinterklas dan Piet Hitam, hadiah Natal dan sebagainya sama sekali tidak ada dalam Bibel.
Sejarah Gereja pada awalnya juga tidak merayakan Natal. Sejak abad ke-1 hingga ke-4 Masehi, Gereja tidak pernah merayakan Natal. Baru pada abad ke-5 Natal dirayakan atas perintah Kaisar Konstantine, penguasa bangsa Roma yang berkiblat pada Gereja barat. Sedang Gereja Timur tidak mengakui tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus.
Jika demikian, adalah sangat naïf dan tidak lucu bila ada orang yang menganjur-anjurkan perayaan
Natal bersama, atau ada orang non-Kristen yang ikut-ikutan merayakan natal. Jika ada, maka dia hanya memperlihatkan kebodohan dan kedangkalan pengetahuannya tentang sejarah.
BIBEL SENDIRI BERSELISIH PAHAM
Umat Kristen yang tidak merayakan Natal pada tanggal 25 Desember berpegangan pada Injil Lukas 2:11 yang memaparkan suasana di saat kelahiran Yesus di padang Yudea, “Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Tiba-tiba berdirilah seorang Malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. Lalu kata malaikat itu kepada mereka, “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitahukan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh Bangsa: hari ini telah lahir bagimu Juru Selamat, yaitu Kristus, di kota Daud.”
Di padang Yudea, setiap bulan Desember adalah puncak musim dingin. Tidak mungkin penggembala ternak itu berada di padang Yudea pada bulan Desember. Biasanya mereka melepas ternaknya ke padang dan lereng-lereng gunung. Paling lambat pertengahan Oktober ternak tersebut sudah dimasukkan ke kandangnya untuk menghindari hujan dan hawa dingin yang menggigil. Injil Perjanjian Lama, Kitab Kidung Agung 2: dan Ezra 10:9, 13, menjelaskan bahwa bila musim dingin tiba, tidak mungkin para gembala dan ternaknya berada di padang terbuka pada malam hari. Sebab itu, Kristen Timur tidak mengakui tanggal 25 Desember sebagai Hari Natal.
Sejarawan Kristen Adam Clarke menguatkan hal ini, “ Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember, ketika tidak ada domba-domba berkeliaran di padang terbuka di malam hari. Juga tidak mungkin dia lahir setelah bulan September karena di bulan inilah domba-domba masih berada di padang waktu malam. Dari berbagai bukti inilah, kemungkinan Yesus lahir di bulan Desember harus disingkirkan.”
Pastor Herbert W. Amstrong menyatakan bahwa seluruh ensiklopedia Kristen ataupun Bibel sendiri mengatakan Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember. “Catholic Encyclopedia sendiri dengan tegas dan terang-terangan mengakui fakta ini.” tegas Pastor Amstrong yang meyakini Tesus lahir di bulan September.
Pemimpin Redaksi majalah Kristen Plain Truth yang tirasnya mencapai delapan juta eksemplar perbulan di seluruh dunia ini secara lebih jauh dan berani menguliti mitos-mitos di seputar Natal itu sendiri. Tentang kelahiran Yesus, Bibel sendiri berselisih pendapat. Injil Matius 2:1 menyatakan Yesus lahir di Betlehem pada zaman Raja Herodes. Sedangkan Injil Lukas 2:1-20 dikatakan Yesus lahir di saat Kaisar Agustus mengadakan sensus penduduk di tanah Yudea. Menurut tarikh sejarah, sensus ini diadakan pada tahun ke-7 Masehi. Padahal Raja Herodes meninggal pad abad ke-4 Masehi. Antara kedua Bibel ini berselisih tiga abad soal waktu kelahiran Yesus.
Pastor Amstrong menegaskan bahwa Natal bukanlah ajaran Injil dan Yesus pun tidak pernah memerintahkan para muridnya untuk merayakannya. “Perayaan yang masuk dalam ajaran Kristen Katolik Roma pada abad ke-4 Masehi ini adalah berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala (paganism).”
Pandangan ini diperkuat literature Katolik sendiri yang berbunyi: “natal bukanlah upacara Gereja yang pertama, melainkan ia diyakini berasal dari Mesir. Perayaan diselenggarakan oleh para penyembah berhala dan jatuh pada bulan Januari ini, kemudian dijadikan hari kelahiran Yesus.” (Catholic Encyclopedia, edisi 1911, “Christmas”)
Dalam ensiklopedia itu juga dicantumkan pandangan Bapak Katolik pertama yang menyatakan: “Di dalam kitab suci, tidak seorang pun yang mengadakan upacara atau menyelenggarakan perayaan untuk merayakan hari kelahiran Yesus. Hanya orang-orang kafir –seperti Fir’aun dan Herodes- yang berpesta pora merayakan hari kelahirannya di dunia ini.”
Simak kata Ensiklopedia Britannica tentang Natal: “Natal bukanlah upacara Gereja abad pertama. Yesus Kristus dan para muridnya tidak pernah menyelenggarakannya. Bibel juga tidak pernah menganjurkannya. Upacara ini diambil oleh Gereja dari kepercayaan kafir penyembah berhala.” (Encyclopedia of Britannica, 1946)
Ensiklopedia Amerikana juga mengatakan: “Menurut banyak ahli, pada abad-abad permulaan, Natal tidak pernah dirayakan oleh umat Kristen. Pada umumnya, umat Kristen hanya merayakan hari-hari kematian orang-orang terkemuka saja, dan tidak pernah merayakan hari kelahiran orang tersebut…(Perjamuan Kudus yang termaktub dalam Bibel Kitab Perjanjian Baru adalah untuk mengenang kematian Yesus Kristus…). Pada tahun ke-5 masehi, Gereja Barat memerintahkan umat Kristen untuk merayakan Hari kelahiran Yesus, yang diambil dari hari pesta bangsa Romawi yang merayakan hari kelahiran Dewa matahari. Sebab tidak ada seorangpun yang mengetahui hari kelahiran Yesus.” (Encyclopedia Americana, 1944)
KAISAR KONSTANTIN MEMASUKKAN NATAL KE GEREJA
Kepercayaan paganism (penyembah berhala) bangsa Romawi Kuno mengenal perayaan Brumalia (25 Desember) sebagai kelanjutan dari perayaan Saturnalia (17-24 Desember), dua perayaan menjelang tahun baru Gregorian. Kedua perayaan itu dilakuakn untuk menyambut datangnya matahari baru. Salah satu Dewa bangsa Romawi Kuno adalah Dewa Matahari (Sun God).
“Adat kepercayaan pagan Brumalia dan Saturnalia yang sudah sangat akrab di masyarakat Roma diambil Kristen. Perayaan ini dilestarikan oleh Kristen dengan sedikit mengubah jiwa dan tatacaranya. Para pendeta Kristen di Barat dan di Timur Dekat menentang perayaan kelahiran Yesus yang meniru agama berhala ini. Disamping itu, Kristen Mesopotamia menuding Kristen Barat (Katolik Roma) telah mengadopsi model penyembahan kepada Dewa Matahari.” (New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge, Christmas)
Sejarah dunia mencatat, menjelang abad ke-1 hingga pada abad ke-4 Masehi, dunia Barat (Eropa) dikuasai Imperium Romawi yang menganut kepercayaan paganisme politeisme (penyembah banyak Dewa). Para pemeluk Kristen yang minoritas saat itu selalu dikejar-kejar dan disiksa oleh Penguasa Romawi. Setelah Konstantin menjadi Kaisar lalu memeluk Kristen di abad ke-4 Masehi, Konstantin menempatkan agama Kristen sejajar dengan agama kafir Romawi.
Sejak itu, banyak rakyat yang mengikuti jejak kaisarnya memeluk Kristen. Walau demikian, tradisi paganisme yang sudah mengurat-mengakar di dalam seluruh sendi kehidupannya secara otomatis tidaklah hilang. Malah beberapa diantaranya dimasukkan menjadi perayaan agama Kristen, seperti halnya perayaan tanggal 25 Desember.
Tiap tanggal 25 Desember, rakyat Romawi sudah terbiasa menyelenggarakan perayaan Brumalia yang diselenggarakan secara besar-besaran dan dengan pesta yang sangat meriah. Mereka tidak ingin menghilangkan kemeriahan ini. Sebab itu, Kaisar Konstantin “meng-copy paste” hari perayaan Brumalia yang menyembah Dewa Matahari menjadi Hari Natal yang dikatakan sebagai hari kelahiran Yesus Kristus. Hal ini jelas sama sekali tidak berdasar, sebab di dalam Bibel pun tidak ada ayat yang menyebutkan hal itu. Demikianlah sebab-musabab perayaan Natal yang dilestarikan hingga kini oleh Dunia Barat.
Akar kepercayaan paganisme bangsa Romawi yang dicopy-paste oleh Gereja Barat menjadi hari Natal menurut pelacakan Pastor Amstrong berasal dari zaman Babilonia di bawah kekuasaan Raja Nimrod (orang Islam menyebutnya sebagai Raja Namrudz, di mana di masa itu Nabi Ibrahim a.s. lahir). Lebih jelasnya, akar kepercayaan itu tumbuh di masa setelah terjadinya banjir besar di zaman Nabi Nuh a.s. Kepercayaan serupa juga ada di Mesir kala itu. Jika bangsa Romawi merayakan Brumalia, maka di Mesir tiap tanggal 25 Desember dirayakan sebagai hari kelahiran anak Dewi Isis (Dewi Langit).
ASAL USUL POHON NATAL
Pastor Amstrong juga memaparkan asal mula pohon Natal, yang kini kita kenal sebagai pohon cemara di mana di sekujur tubuhnya lazim dihiasi dengan lampu kelap-kelip dan aneka aksesoris Natal. Menurut Pastor Amstrong, Nimrod adalah cucu Ham, anak Nabi Nuh a.s. Nama “Nimrod” dalam bahasa Ibrani berasal dari kata “Marad” yang berarti “dia pembangkang atau murtad”. Karena bahasa Ibrani serumpun dengan bahasa Arab, maka ini bisa disandingkan dengan “Murtad” atau “Ridda”. Dari catatan-catatan kuno, demikian Pastor Amstrong, Nimrod (Raja Namrudz) adalah salah satu tokoh yang memelopori pembangkangan terhadap Tuhan. Jumlah kejahatannya amat banyak, diantaranya adalah mengawini ibu kandungnya sendiri yang bernama Samiramis.
Setelah Nimrod mati, ibu yang juga istrinya itu menyebarkan paham bahwa Roh Nimrod tetap hidup abadi, walau jasad kasarnya telah mati. Samiramis menjadikan pohon Evergreen (cemara) yang bisa tumbuh dari sebatang kayu yang sudah mati sebagai simbol adanya kehidupan baru bagi Nimrod setelah mati. Semiramis mengatakan bahwa Nimrod selalu berada di pohon Evergreen (cemara) itu di saat hari kelahirannya tiba. Sebab itu, di dahan-dahan pohon Evergreen itu selalu dihiasi dengan aneka aksesoris dan bingkisan. “Inilah cikal bakal pohon Natal”, tegas Pastor Amstrong.
Bibel sendiri tidak menganjurkan pohon Natal. “…Bukankan berhala itu pohon yang ditebang orang dari hutan, yang dikerjakan dengan pahat oleh tangan tukang kayu? Orang memperindahnya dengan emas dan perak; orang memperkuatnya dengan paku dan palu, supaya jangan goyang.” (Injil Kitab Yeremia 10:3-4)
TRADISI BOHONG BERNAMA SINTERKLAS
Menjelang malam Natal, para orangtua secara bersama-sama membohongi anak-anaknya akan datangnya Sinterklas yang akan turun dari kereta kencana yang ditarik oleh rusa-rusa salju membagi-bagikan hadiah. Kebohongan ini dilakukan turun temurun dalam jangka waktu berabad lamanya. Parahnya, kebohongan ini juga dilestarikan dengan dibuatnya berbagai macam film kartun tentang Sinterklas (Santa Claus), seolah-olah Sinterklas memang ada dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perayaan Hari Natal. Padahal, semua ini hanyalah dongengan yang sama sekali tak berdasar. Bibel tidak menyebut adanya Sinterklas dalam satu ayatpun! Bagaimana awal mulanya tradisi kebohongan ini?
CIPTAAN SANTO NICOLAS
Di abad ke-4 Masehi hidup seorang Pastor bernama Santo Nicolas. “Santo Nicolas adalah seorang Pastor di Myra yang amat diagung-agungkan oleh orang Yuunani dan Latin setiap tanggal 6 Desember… Legenda ini berasal dari kebiasaannya yang suka memberikan hadiah secara sembunyi-sembunyi kepada tiga wanita miskin…Untuk melestarikan kebiasaan lama dengan memberikan hadiah secara tersembunyi itu digabungkan ke dalam malam Natal. Akhirnya terkaitlah antara Hari Natal dan Santa Claus…” (Encyclopedia Britannica, vo. 19,hal: 648-649)
Mengenai Sinterklas atau Santa Claus, Pastor Amstrong sangat gusar. “Sungguh janggal! Orangtua menghukum anaknya jika berbohong, tapi di saat menjelang Natal, mereka membohongi anak-anaknya dengan cerita Sinterklas yang memberikan hadiah di saat mereka tidur,” katanya. Bahkan dengan tegas Pastor Amstrong mengatakan bahwa Sinterklas terkait erat dengan Setan dengan mengutip ayat Bibel yakni II Korintus 11:14 yang berbunyi: “Tidak usah diherankan, sebab iblis pun menyamar sebagai malaikat terang. Jadi itu bukan hal yang ganjil, jika pelayan-pelayannya menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran. Kesudahan mereka akan setimpal dengan perbuatan mereka.”
Demikianlah. Perayaan Natal bukan bukan berasal dari ajaran Bibel. Jika mayoritas umat Kristiani hingga hari ini tetap merayakan Natal maka itu terserah kepada mereka. Sedangkan bagi umat non-Kristiani, biarlah kita menjadi penonton. Seperti halnya Pastor Amstrong yang menyatakan bahwa negeri-negeri Kristen sekarang ini sesungguhnya bukanlah negeri Kristen, melainkan negeri-negeri Babilonia yang dipenuhi dengan kepercayaan paganisme. Terhadap orang-orang Kristen seperti itu, Pastor Amstrong mengutip Bibel, “Pergilah kamu hai umatKu, pergilah dari padanya, supaya kamu jangan mengambil bagian dalam dosa-dosanya, dan supaya kamu jangan turut ditimpa malapetaka-malapetakanya.”
(Injil Kitab Wahyu 18:4)
Sebab itu, setelah mempertimbangkan banyak aspek, maka Komisi Fatwa Majelis Ulama (MUI) pada tanggal 7 Maret 1981 dengan tegas mengeluarkan fatwa tentang haromnya marayakan natal bersama, demikian pula haramnya member ucapan selamat Natal bagi yang merayakannya.Fatw a ini ditandatangani oleh Ketua MUI, KH. M. Syukri Ghozali dan Sekretaris MUI, Drs. H. Mas’udi. “Mengekuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram,” tegas fatw tersebut. Ini sikap yang sangat tepat, sebab Bibel dan Umat Kristiani saja berselisih pendapat soal Natal, mengapa kita sebagai umat Islam atau “orang lain” harus juga ikut campur merayakannya?
Karena ini adalah persoalan Aqidah & Tauhid, maka sudah sangat jelas bahwa kebiasaan di negeri ini pada khususnya dan belahan dunia secara umum haram hukumnya untuk turut merayakan perayaan Hari Natal, memberi ucapan selamat Hari Natal serta turut serta menyambutnya, baik dengan alas an Toleransi antar umat beragama, tenggangrasa ataupun dengan alasan yang lainnya. Dibuatnya tulisan ini bukanlah dalam rangka untuk membuat propaganda terhadap umat Kristen, yang bisa berakibat pada perselisihan antar umat beragama, khususnya antara Kristen dengan Islam. Tulisan ini disusun semata-mata hanya untuk memberikan gambaran fakta yang berdasar pada sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga dengan fakta di atas diharapkan kita semua mendapatkan ilmu pengetahuan baru yang mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia mampu mengantarkan kita pada terbentuknya pemahaman yang benar terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar kita.
Sumber-sumber:
• Adam Clarke, Commentary, vol. 5, Newyork, page. 370
• H. W. Amstrong, The Plain Truth About Cristmas, Worldwide Church of God, California, USA 1984
• Catholic Encyclopedia, edisi 1911, “Cristmas”
• Encyclopedia of Britannica, 1946
• Encyclopedia Americana, 1944
• New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge, Cristmas
• Injil Kitab Yeremia 10:3-4
• Injil Kitab Wahyu 18:4
MOGA TULISAN SEDERHANA INI BERMANFAAT UNTUK ANDA SEKALIAN PEMBACA YANG BUDIMAN….
Cetak halaman ini
Oleh kaum Kristiani, tanggal 25 Desember kadung dianggap sebagai Hari Natal, Hari Kelahiran Yesus. Diberbagai belahan dunia, mayoritas umat Kristiani merayakan hari ini dengan penuh suka cita. Bahkan memasuki bulan Desember, aroma Natal sudah terasa hampir di setiap sudut kota-kota besar. Pohon terang, pohon cemara yang dililit lampu-lampu kecil yang berkelap-kelip, dengan segala aksesorinya biasanya sudah terpasang di setiap sudut-sudut hotel, restoran, pusat perbelanjaan, ataupun café-café. Di sejumlah tempat keramaian, musik-musik Natal pun sudah bergema.
Mayoritas umat kristiani merayakan ini. Sedangkan minoritas umat Kristiani tidak ikut-ikutan merayakan Natal pada tanggal tersebut. Kenapa? Ya, karena umat Kristen Ortodoks atau biasa juga disebut Kristen Timur, Kristen Rasuli, Kristen Yehova dan banyak lagi aliran maupun sekte-sekte Kristen lainnya tidak merayakan Natal pada tanggal 25 Desember. Ada yang merayakan Natal pada setiap bulan September, 6 januari atau 25 Maret.
Yang mengherankan adalah pandangan dari Herbert W. Amstrong, Pastor dari Worldwide Chuch of God yang berpusat di California, AS, ini dengan ttegas menyatakan bahwa Bibel sama sekali tidak pernah menganjurkan atau menyuruh umat Kristiani untuk merayakan Natal. Tradisi-tradisi seperti memperingati hari kelahiran (Natal), pohon Natal, Sinterklas dan Piet Hitam, hadiah Natal dan sebagainya sama sekali tidak ada dalam Bibel.
Sejarah Gereja pada awalnya juga tidak merayakan Natal. Sejak abad ke-1 hingga ke-4 Masehi, Gereja tidak pernah merayakan Natal. Baru pada abad ke-5 Natal dirayakan atas perintah Kaisar Konstantine, penguasa bangsa Roma yang berkiblat pada Gereja barat. Sedang Gereja Timur tidak mengakui tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus.
Jika demikian, adalah sangat naïf dan tidak lucu bila ada orang yang menganjur-anjurkan perayaan
Natal bersama, atau ada orang non-Kristen yang ikut-ikutan merayakan natal. Jika ada, maka dia hanya memperlihatkan kebodohan dan kedangkalan pengetahuannya tentang sejarah.
BIBEL SENDIRI BERSELISIH PAHAM
Umat Kristen yang tidak merayakan Natal pada tanggal 25 Desember berpegangan pada Injil Lukas 2:11 yang memaparkan suasana di saat kelahiran Yesus di padang Yudea, “Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. Tiba-tiba berdirilah seorang Malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. Lalu kata malaikat itu kepada mereka, “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitahukan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh Bangsa: hari ini telah lahir bagimu Juru Selamat, yaitu Kristus, di kota Daud.”
Di padang Yudea, setiap bulan Desember adalah puncak musim dingin. Tidak mungkin penggembala ternak itu berada di padang Yudea pada bulan Desember. Biasanya mereka melepas ternaknya ke padang dan lereng-lereng gunung. Paling lambat pertengahan Oktober ternak tersebut sudah dimasukkan ke kandangnya untuk menghindari hujan dan hawa dingin yang menggigil. Injil Perjanjian Lama, Kitab Kidung Agung 2: dan Ezra 10:9, 13, menjelaskan bahwa bila musim dingin tiba, tidak mungkin para gembala dan ternaknya berada di padang terbuka pada malam hari. Sebab itu, Kristen Timur tidak mengakui tanggal 25 Desember sebagai Hari Natal.
Sejarawan Kristen Adam Clarke menguatkan hal ini, “ Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember, ketika tidak ada domba-domba berkeliaran di padang terbuka di malam hari. Juga tidak mungkin dia lahir setelah bulan September karena di bulan inilah domba-domba masih berada di padang waktu malam. Dari berbagai bukti inilah, kemungkinan Yesus lahir di bulan Desember harus disingkirkan.”
Pastor Herbert W. Amstrong menyatakan bahwa seluruh ensiklopedia Kristen ataupun Bibel sendiri mengatakan Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember. “Catholic Encyclopedia sendiri dengan tegas dan terang-terangan mengakui fakta ini.” tegas Pastor Amstrong yang meyakini Tesus lahir di bulan September.
Pemimpin Redaksi majalah Kristen Plain Truth yang tirasnya mencapai delapan juta eksemplar perbulan di seluruh dunia ini secara lebih jauh dan berani menguliti mitos-mitos di seputar Natal itu sendiri. Tentang kelahiran Yesus, Bibel sendiri berselisih pendapat. Injil Matius 2:1 menyatakan Yesus lahir di Betlehem pada zaman Raja Herodes. Sedangkan Injil Lukas 2:1-20 dikatakan Yesus lahir di saat Kaisar Agustus mengadakan sensus penduduk di tanah Yudea. Menurut tarikh sejarah, sensus ini diadakan pada tahun ke-7 Masehi. Padahal Raja Herodes meninggal pad abad ke-4 Masehi. Antara kedua Bibel ini berselisih tiga abad soal waktu kelahiran Yesus.
Pastor Amstrong menegaskan bahwa Natal bukanlah ajaran Injil dan Yesus pun tidak pernah memerintahkan para muridnya untuk merayakannya. “Perayaan yang masuk dalam ajaran Kristen Katolik Roma pada abad ke-4 Masehi ini adalah berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala (paganism).”
Pandangan ini diperkuat literature Katolik sendiri yang berbunyi: “natal bukanlah upacara Gereja yang pertama, melainkan ia diyakini berasal dari Mesir. Perayaan diselenggarakan oleh para penyembah berhala dan jatuh pada bulan Januari ini, kemudian dijadikan hari kelahiran Yesus.” (Catholic Encyclopedia, edisi 1911, “Christmas”)
Dalam ensiklopedia itu juga dicantumkan pandangan Bapak Katolik pertama yang menyatakan: “Di dalam kitab suci, tidak seorang pun yang mengadakan upacara atau menyelenggarakan perayaan untuk merayakan hari kelahiran Yesus. Hanya orang-orang kafir –seperti Fir’aun dan Herodes- yang berpesta pora merayakan hari kelahirannya di dunia ini.”
Simak kata Ensiklopedia Britannica tentang Natal: “Natal bukanlah upacara Gereja abad pertama. Yesus Kristus dan para muridnya tidak pernah menyelenggarakannya. Bibel juga tidak pernah menganjurkannya. Upacara ini diambil oleh Gereja dari kepercayaan kafir penyembah berhala.” (Encyclopedia of Britannica, 1946)
Ensiklopedia Amerikana juga mengatakan: “Menurut banyak ahli, pada abad-abad permulaan, Natal tidak pernah dirayakan oleh umat Kristen. Pada umumnya, umat Kristen hanya merayakan hari-hari kematian orang-orang terkemuka saja, dan tidak pernah merayakan hari kelahiran orang tersebut…(Perjamuan Kudus yang termaktub dalam Bibel Kitab Perjanjian Baru adalah untuk mengenang kematian Yesus Kristus…). Pada tahun ke-5 masehi, Gereja Barat memerintahkan umat Kristen untuk merayakan Hari kelahiran Yesus, yang diambil dari hari pesta bangsa Romawi yang merayakan hari kelahiran Dewa matahari. Sebab tidak ada seorangpun yang mengetahui hari kelahiran Yesus.” (Encyclopedia Americana, 1944)
KAISAR KONSTANTIN MEMASUKKAN NATAL KE GEREJA
Kepercayaan paganism (penyembah berhala) bangsa Romawi Kuno mengenal perayaan Brumalia (25 Desember) sebagai kelanjutan dari perayaan Saturnalia (17-24 Desember), dua perayaan menjelang tahun baru Gregorian. Kedua perayaan itu dilakuakn untuk menyambut datangnya matahari baru. Salah satu Dewa bangsa Romawi Kuno adalah Dewa Matahari (Sun God).
“Adat kepercayaan pagan Brumalia dan Saturnalia yang sudah sangat akrab di masyarakat Roma diambil Kristen. Perayaan ini dilestarikan oleh Kristen dengan sedikit mengubah jiwa dan tatacaranya. Para pendeta Kristen di Barat dan di Timur Dekat menentang perayaan kelahiran Yesus yang meniru agama berhala ini. Disamping itu, Kristen Mesopotamia menuding Kristen Barat (Katolik Roma) telah mengadopsi model penyembahan kepada Dewa Matahari.” (New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge, Christmas)
Sejarah dunia mencatat, menjelang abad ke-1 hingga pada abad ke-4 Masehi, dunia Barat (Eropa) dikuasai Imperium Romawi yang menganut kepercayaan paganisme politeisme (penyembah banyak Dewa). Para pemeluk Kristen yang minoritas saat itu selalu dikejar-kejar dan disiksa oleh Penguasa Romawi. Setelah Konstantin menjadi Kaisar lalu memeluk Kristen di abad ke-4 Masehi, Konstantin menempatkan agama Kristen sejajar dengan agama kafir Romawi.
Sejak itu, banyak rakyat yang mengikuti jejak kaisarnya memeluk Kristen. Walau demikian, tradisi paganisme yang sudah mengurat-mengakar di dalam seluruh sendi kehidupannya secara otomatis tidaklah hilang. Malah beberapa diantaranya dimasukkan menjadi perayaan agama Kristen, seperti halnya perayaan tanggal 25 Desember.
Tiap tanggal 25 Desember, rakyat Romawi sudah terbiasa menyelenggarakan perayaan Brumalia yang diselenggarakan secara besar-besaran dan dengan pesta yang sangat meriah. Mereka tidak ingin menghilangkan kemeriahan ini. Sebab itu, Kaisar Konstantin “meng-copy paste” hari perayaan Brumalia yang menyembah Dewa Matahari menjadi Hari Natal yang dikatakan sebagai hari kelahiran Yesus Kristus. Hal ini jelas sama sekali tidak berdasar, sebab di dalam Bibel pun tidak ada ayat yang menyebutkan hal itu. Demikianlah sebab-musabab perayaan Natal yang dilestarikan hingga kini oleh Dunia Barat.
Akar kepercayaan paganisme bangsa Romawi yang dicopy-paste oleh Gereja Barat menjadi hari Natal menurut pelacakan Pastor Amstrong berasal dari zaman Babilonia di bawah kekuasaan Raja Nimrod (orang Islam menyebutnya sebagai Raja Namrudz, di mana di masa itu Nabi Ibrahim a.s. lahir). Lebih jelasnya, akar kepercayaan itu tumbuh di masa setelah terjadinya banjir besar di zaman Nabi Nuh a.s. Kepercayaan serupa juga ada di Mesir kala itu. Jika bangsa Romawi merayakan Brumalia, maka di Mesir tiap tanggal 25 Desember dirayakan sebagai hari kelahiran anak Dewi Isis (Dewi Langit).
ASAL USUL POHON NATAL
Pastor Amstrong juga memaparkan asal mula pohon Natal, yang kini kita kenal sebagai pohon cemara di mana di sekujur tubuhnya lazim dihiasi dengan lampu kelap-kelip dan aneka aksesoris Natal. Menurut Pastor Amstrong, Nimrod adalah cucu Ham, anak Nabi Nuh a.s. Nama “Nimrod” dalam bahasa Ibrani berasal dari kata “Marad” yang berarti “dia pembangkang atau murtad”. Karena bahasa Ibrani serumpun dengan bahasa Arab, maka ini bisa disandingkan dengan “Murtad” atau “Ridda”. Dari catatan-catatan kuno, demikian Pastor Amstrong, Nimrod (Raja Namrudz) adalah salah satu tokoh yang memelopori pembangkangan terhadap Tuhan. Jumlah kejahatannya amat banyak, diantaranya adalah mengawini ibu kandungnya sendiri yang bernama Samiramis.
Setelah Nimrod mati, ibu yang juga istrinya itu menyebarkan paham bahwa Roh Nimrod tetap hidup abadi, walau jasad kasarnya telah mati. Samiramis menjadikan pohon Evergreen (cemara) yang bisa tumbuh dari sebatang kayu yang sudah mati sebagai simbol adanya kehidupan baru bagi Nimrod setelah mati. Semiramis mengatakan bahwa Nimrod selalu berada di pohon Evergreen (cemara) itu di saat hari kelahirannya tiba. Sebab itu, di dahan-dahan pohon Evergreen itu selalu dihiasi dengan aneka aksesoris dan bingkisan. “Inilah cikal bakal pohon Natal”, tegas Pastor Amstrong.
Bibel sendiri tidak menganjurkan pohon Natal. “…Bukankan berhala itu pohon yang ditebang orang dari hutan, yang dikerjakan dengan pahat oleh tangan tukang kayu? Orang memperindahnya dengan emas dan perak; orang memperkuatnya dengan paku dan palu, supaya jangan goyang.” (Injil Kitab Yeremia 10:3-4)
TRADISI BOHONG BERNAMA SINTERKLAS
Menjelang malam Natal, para orangtua secara bersama-sama membohongi anak-anaknya akan datangnya Sinterklas yang akan turun dari kereta kencana yang ditarik oleh rusa-rusa salju membagi-bagikan hadiah. Kebohongan ini dilakukan turun temurun dalam jangka waktu berabad lamanya. Parahnya, kebohongan ini juga dilestarikan dengan dibuatnya berbagai macam film kartun tentang Sinterklas (Santa Claus), seolah-olah Sinterklas memang ada dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perayaan Hari Natal. Padahal, semua ini hanyalah dongengan yang sama sekali tak berdasar. Bibel tidak menyebut adanya Sinterklas dalam satu ayatpun! Bagaimana awal mulanya tradisi kebohongan ini?
CIPTAAN SANTO NICOLAS
Di abad ke-4 Masehi hidup seorang Pastor bernama Santo Nicolas. “Santo Nicolas adalah seorang Pastor di Myra yang amat diagung-agungkan oleh orang Yuunani dan Latin setiap tanggal 6 Desember… Legenda ini berasal dari kebiasaannya yang suka memberikan hadiah secara sembunyi-sembunyi kepada tiga wanita miskin…Untuk melestarikan kebiasaan lama dengan memberikan hadiah secara tersembunyi itu digabungkan ke dalam malam Natal. Akhirnya terkaitlah antara Hari Natal dan Santa Claus…” (Encyclopedia Britannica, vo. 19,hal: 648-649)
Mengenai Sinterklas atau Santa Claus, Pastor Amstrong sangat gusar. “Sungguh janggal! Orangtua menghukum anaknya jika berbohong, tapi di saat menjelang Natal, mereka membohongi anak-anaknya dengan cerita Sinterklas yang memberikan hadiah di saat mereka tidur,” katanya. Bahkan dengan tegas Pastor Amstrong mengatakan bahwa Sinterklas terkait erat dengan Setan dengan mengutip ayat Bibel yakni II Korintus 11:14 yang berbunyi: “Tidak usah diherankan, sebab iblis pun menyamar sebagai malaikat terang. Jadi itu bukan hal yang ganjil, jika pelayan-pelayannya menyamar sebagai pelayan-pelayan kebenaran. Kesudahan mereka akan setimpal dengan perbuatan mereka.”
Demikianlah. Perayaan Natal bukan bukan berasal dari ajaran Bibel. Jika mayoritas umat Kristiani hingga hari ini tetap merayakan Natal maka itu terserah kepada mereka. Sedangkan bagi umat non-Kristiani, biarlah kita menjadi penonton. Seperti halnya Pastor Amstrong yang menyatakan bahwa negeri-negeri Kristen sekarang ini sesungguhnya bukanlah negeri Kristen, melainkan negeri-negeri Babilonia yang dipenuhi dengan kepercayaan paganisme. Terhadap orang-orang Kristen seperti itu, Pastor Amstrong mengutip Bibel, “Pergilah kamu hai umatKu, pergilah dari padanya, supaya kamu jangan mengambil bagian dalam dosa-dosanya, dan supaya kamu jangan turut ditimpa malapetaka-malapetakanya.”
Sebab itu, setelah mempertimbangkan banyak aspek, maka Komisi Fatwa Majelis Ulama (MUI) pada tanggal 7 Maret 1981 dengan tegas mengeluarkan fatwa tentang haromnya marayakan natal bersama, demikian pula haramnya member ucapan selamat Natal bagi yang merayakannya.Fatw a ini ditandatangani oleh Ketua MUI, KH. M. Syukri Ghozali dan Sekretaris MUI, Drs. H. Mas’udi. “Mengekuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram,” tegas fatw tersebut. Ini sikap yang sangat tepat, sebab Bibel dan Umat Kristiani saja berselisih pendapat soal Natal, mengapa kita sebagai umat Islam atau “orang lain” harus juga ikut campur merayakannya?
Karena ini adalah persoalan Aqidah & Tauhid, maka sudah sangat jelas bahwa kebiasaan di negeri ini pada khususnya dan belahan dunia secara umum haram hukumnya untuk turut merayakan perayaan Hari Natal, memberi ucapan selamat Hari Natal serta turut serta menyambutnya, baik dengan alas an Toleransi antar umat beragama, tenggangrasa ataupun dengan alasan yang lainnya. Dibuatnya tulisan ini bukanlah dalam rangka untuk membuat propaganda terhadap umat Kristen, yang bisa berakibat pada perselisihan antar umat beragama, khususnya antara Kristen dengan Islam. Tulisan ini disusun semata-mata hanya untuk memberikan gambaran fakta yang berdasar pada sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga dengan fakta di atas diharapkan kita semua mendapatkan ilmu pengetahuan baru yang mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia mampu mengantarkan kita pada terbentuknya pemahaman yang benar terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di sekitar kita.
Sumber-sumber:
• Adam Clarke, Commentary, vol. 5, Newyork, page. 370
• H. W. Amstrong, The Plain Truth About Cristmas, Worldwide Church of God, California, USA 1984
• Catholic Encyclopedia, edisi 1911, “Cristmas”
• Encyclopedia of Britannica, 1946
• Encyclopedia Americana, 1944
• New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge, Cristmas
• Injil Kitab Yeremia 10:3-4
• Injil Kitab Wahyu 18:4
MOGA TULISAN SEDERHANA INI BERMANFAAT UNTUK ANDA SEKALIAN PEMBACA YANG BUDIMAN….
Labels: Akidah
