MEMBANTAH Pendapat Salafiyyun Tentang Hadist Ahad
Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa keimanan cukup dibangun berdasarkan dalil dzonni saja, seperti menetapkan aqidah dengan hadis ahad (Lihat Makalah yang berjudul ‘Studi Kritis tentang Istilah Aqidah’ oleh Ustadz Muhammad lazuardi Al-Jawi). Menurut mereka, tidak menjadikan hadis ahad sebagai dalil dalam masalah aqidah merupakan rencana yang dapat membahayakan aqidah umat. Malah menurut mereka hal ini merupakan perbuatan nifaq, karena menurut pemahaman mereka , tidak menjadikan hadis ahad sebagai dalil dalam masalah aqidah berarti menerima sebagian aqidah dan meninggalkan sebagian lainnya. Pendapat dan kritikan diatas, menurut kami sangat membahayakan kelangsungan aqidah umat. Lebih jauh lagi, ia bertentangan dengan nash-nash yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Selain itu juga bertentangan dengan pendapat mayoritas Ulama kaum Muslimin. Karena menetapkan sesuatu adalah bagian dari aqidah Islam atau bukan, tidak ditentukan berdasarkan akal atau perasaan kita dengan mengatakan bahwa ‘’ menurut akal saya atau perasaan saya, kok kira-kira ini bagian dari aqidah ‘’ , tidak sekali lagi tidak dapat dikatakan seperti itu, melainkan harus ditentukan berdasarkan dalil.
Tidak menjadikan hadis ahad sebagai dalil dalam masalah aqidah adalah sangat berbeda dengan mengingkari hadis ahad seperti yang dilakukan oleh Mu’tazilah. Mereka mengingkari kehujjahan hadis ahad karena menurut mereka tidak rasional. Mereka mengatakan : “ Apakah kalian menemukan di dalam kubur alat-alat untuk menyiksa seperti paku, gergaji, palu dll ”, dan tentu mereka (Muta’zilah) tidak akan menemukannya karena itu berkaitan dengan hal yang ghoib\ tidak dapat diindera kemudian mereka mengingkari hadis ahad tentang adzab qubur karena menurut mereka tidak rasional (Lihat Kitab Ar-Ruh Oleh Imam Ibn Al-Qoyyim Al-Jauziyah). Sedang mayoritas Ulama yang tidak menjadikan hadis Ahad sebagai dalil Aqidah adalah tidak mengingkari adanya adzab qubur, kedatangan Imam Al-Mahdi, Karakteristik Surga-Neraka, dan masalah ghoib lainnya yang diinformasikan dengan hadis ahad , tetapi mereka menduga dengan keras (Gholibatu Adz-Dzonn) tentang kebenaran semua itu walau tingkat keyakinannya tidak sampai derajat Qoth’I\Pasti ( dengan pembenaran 100%), lalu sebagian besar diantara mereka tidak memasukkan hadis ahad dalam kajian Aqidah tetapi dimasukkan dalam pembahasan “At-Targib wa At-Tarhib”. Hal ini disebabkan jumhur Ulama dari berbagai disiplin ilmu Dien telah menetapkan derajat hadis ahad hanya menghasilkan dugaan keras saja tidak sampai derajat Yaqin. Sebagaimana yang dijelaskan oleh DR. Muhammad Ajaj Al-Khotib bahwa Jumhur Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Jumhur Mutakallimin dll menegaskan bahwa hadis ahad hanya memberi faedah dzon dan wajib diamalkan (dalam masalah hukum furu’\cabang –pent) (Lihat kitab Al-Ihkam li Ibn Hazm jilid 1\hal. 97, 108-122; Al-Mutashfa li Imam Al-Ghozali jilid 1\hal. 93-99; Al-Ihkam li Al-Amidi jilid 2\hal. 49-60). Imam Muhammad ibn Ibrahim Ibn Jamaah menambahkan bahwa hadis ahad adalah semua hadis yang jumlah perawinya tidak mencapai jumlah perawi hadis Mutawatir. Dan ada yang berpendapat bahwa hadis ahad memberi faedah Dzon(Kitab Al-Minhal Ar-rawi jilid 1\hal. 32\Dar Al-Fikr\ Dimsyaq –Siria \ 1406 H\Cetakan Kedua).
Padahal masalah Aqidah karena merupakan sebuah kepastian maka ia harus dibangun dengan dalil-dalil yang memberikan kepastian pula dari dalil yang qoth’I tsubut (yaitu Al-Qur’an dan hadis Mutawatir) dan qoth’I Dalalah (penunjukannya pasti sehingga tidak mungkin ditafsirkan kepada yang lain-pent). Sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Hafidz Ibn Katsir (Tafsir Al-Qur’an Al-A’dzim juz I, hal. 40) : ‘’ Imam yang telah ditentukan syara’ dan diserukan kepada seluruh kaum Muslimin adalah berupa I’tiqod, ucapan, dan perbuatan. Begitulah pendapat sebagian besar imam-imam madzab. Malah menurut Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin hambal, dan Abu Ubaidah, ia telah menjadi ijma’’. Dan diperkuat oleh Imam Ibn Mundzir dalam Lisanul Arab bahwa ‘’ Arti Imam adalah Tasdiq (pembenaran). Dalam kitab At-Tahdzib, disebutkan bahwa Iman adalah asal kata dari yang artinya ‘’Ia seorang Mu’min”. Dalam hal ini, para Ahli bahasa sepakat bahwa iman berarti tashdiq (pembenaran). Perhatikan firman Allah SWT sebagai berikut : ‘’Orang-orang arab badui itu berkata, Kami telah beriman. Katakan kepada mereka : ‘Kamu belum beriman’. Tetapi katakanlah ‘kami telah tunduk’ (QS. Al-Hujurat -14) “.
Hal ini dilakukan oleh para Ulama dalam rangka menjaga kemurnian aqidah Islam dari bersih dari berbagai penyimpangan seperti aqidah yang dimiliki generasi yang terbaik yaitu generasi para salafus Sholeh (generasi Shohabat, Tabi’in, dan Tabiut Tabi’in-pent) ( Lihat Kitab Radd ala Al-Kitab Ad-Da’wah Al-Islamiyah; Dr. Abdurrahman Al-Baghdadi , hal. 175 ).
Usaha untuk menggunakan dalil yang jelas untuk membangun Aqidah Umat Islam dengan jalan membatasinya pada dalil-dalil Qoth’I, harus terus kita lakukan. Dan untuk memberikan keyakinan tentang masalah ini marilah kita mengkaji argumentasi dari para Imam panutan umat untuk membantah mereka yang menyangkal prinsip yang mulia ini. Kita mempercayai pemahaman mereka lebih dari pemahaman kita sendiri setelah mengkaji dan mempelajari kitab para Ulama tersebut. Oleh karena itu marilah kita meneliti lebih dalam apa pendapat Imam panutan umat yang mewakili madzab-madzab ini dalam masalah hadis ahad seperti yang dipaparkan oleh DR. Mahmud Al-Kholidi (Guru besar Universitas Yarmuk –Yordania) dalam bukunya (yang berisi Desertasi beliau untuk meraih delar doktor dalam bidang syari’ah) yaitu Qowaid Nidzon Al-Hukmi hal. 363-364 :‘’Undzur Tafshilal qauli fi dalilil aqidah. Quwa Al-Qur’an dan As-Sunnah Al-Mutawatirat faqod. Wa ana haditsal ahadi laisa hujjatun li aqoidin fiima yalii’’ (Perhatikan penjelasan scr detail tentang dalil aqidah. Yaitu Al-Qur’an dan Hadis mutawatir saja dan hadis ahad adalah bukan dalil dalam masalah aqidah, sbb) :
1- Kitab At-Talwih ‘ala at-taudhih, jilid 2\hal. 2-4\Tiba’ah (Penerbit) Shabih\tahun 1957
2- Ushuludin lil Baghdadi hal. 12\Cetakan Pertama – Istambul\1968
3- Kitabul Mu’tamad fi Ushulil hadis hal.21\Cetakan pertama – Auqaf Al-Iraq\Tahun 1971
4- Kifayah fi ‘ilmil Riwayah lil Baghdadi hal. 16-17\Tiba’ah Al-Utsmaniyah\Tahun 1357 H
5- Hasyiyatul Bananii ‘Ala Syarhil Jalaali Ala matani jami’il jawami’ jilid 2\hal. 120
6- Nihayatus su’ali Syarhu minhajil Wushul fi ‘Ilmil Ushul\jilid 1\hal. 10; jilid 2\hal. 29\ Penerbit Shobih\Tahun 1951
7- Shohih Muslim bi syarhi An-Nawawi\Jilid 1\hal. 132\At-Tiba’ah Al-Mishriyah – Al-Hamisy
8- Al-Ahkam fi Ushulil Ahkam li Ibn Hazm\jilid 1\hal. 107
9- Al-Showa’iqu li Ibnil Qoyim jilid 2\hal. 482
10- Al-Musawadah fi ‘Ilmil Ushul li Ibn Taimiyah hal. 42-44
11- Fawatihul Ar-Rahamut bi syarhi muslim Ats-Tsubut jilid 2\hal. 121
12- Nihayatus Sual fi ‘Ilmil Ushul lil Sarkhasi\ jilid 1\hal. 267 – Nuskhah Al-Afghanii – Al-Kitab Al-Arabi
13- Hasyiyatul ‘Athar ‘Ala Syarhil Al-Jalaali Al-Mahalii\jilid 2\hal. 157
14- Tafsir Al-Kasyaf\ jilid 4\hal. 422-424; jilid 1\hal. 587
15- Al-Muwafaqot\Jilid 2\hal. 11\Tiba’ah Shobih\Tahun 1969
16- Ushulut tasyri’ Al-Islamii – Ali Hasbullah\hal. 40\Cetakan kedua\Penerbit darul ‘Aarif\Tahun 1964
17- Ushulul Fiqhi – Syeikh Zakiyuddin Sya’ban\hal. 62\Cetakan kedua\Penerbit Darut ta’lif\Tahun 1964
18- Ushulul Fiqhi – Imam Muhammad Abu Zahrah\Hal. 102\Penerbit darul Fikri Al-‘Arabii\Tahun 1957
19- Al-Ijtihadu wa madaa hajatuna ilaihi fi hadzal Ashri – DR. Sayid Musa\ Cetakan tahun 1972
20- Ushulul Fiqhi – Syeikh Abbas Mutawalii Al-Hamidah\Hal. 85\Cetakan Dar An-Nahdhah\Tahun 1965
21- Taudhihul Afkar li ma’anii tanqihil andzar – Imam Shan’anii\jilid 1\ hal. 24-25
22- Manahijul Ijtihadi fil Islam – Syeikh Madkur\cetakan pertama\hal. 219, 508\Jami’ah Al-Kuwait
23- Ushulul Fiqhi – Syeikh Badran Abu Al-Ainain Badran\Hal. 82\Penerbit Darul Ma’arif\Tahun 1965
24- Ushulul Fiqhi – Syeikh Al-Khudhuri\jilid 252\Cetakan kelima\Tahun 1915\Penerbit Maktabah At-Tijariyah
‘’Undzur Al-Bahtsa Al-Manshura lana fi jaridah Ar-Ra’yi Al-Ami – Al-Kuwaitiyah bi tarikh 04\08\1987 wa 05\08\1978, 06\08\1979 bi unwanin : ‘’AlAqaid la tu’khadzu ilaa ‘ani yaqinin’’, wa yaqa’u fi 40 shufhah minal hajimil kabiri . Wa qad nasyartuhu radaa jama’ah As-Salafiyah Al-Mu’ashirin, liqaulihim bi ana khabaral ahadi yufidul yaqina (Lihat Kajian yang kami terbitkan di surat kabar “Ar-Ra’yu Al-‘Amu” – Kuwait pada tanggal 04\08\1987 , 05\08\1978, dan 06\08\1979 dengan judul ‘’Aqidah tidak diambil kecuali dari (dalil yang memberi faedah) yakin yang terdiri dari 40 halaman. Dan Aku telah menerbitkannya sebagai bantahan kepada kelompok Salafi Kontemporer atas pendapat mereka yang menyatakan bahwa hadis ahad memberi faedah yaqin (hujah dalam masalah aqidah)).
- Sebuah koreksi atas faham yang mengatakan tidak menjadikan hadis ahad dalil dalam masalah aqidah berarti menolak banyak hadis aqidah
kelompok Salafi menyebut sejumlah hadis yang menurut mereka adalah hadis – hadis ahad dan itu merupakan dalil dalam masalah aqidah (sebagaimana yang ditulis oleh Zainal Abidin dalam majalah As-Sunnah, edisi khusus ‘’polemik hadis ahad’’, hal. 40-42). Untuk mengetahui sejauh mana kebenaran klaim ini, maka kita langsung menelitinya kepada sejumlah kitab tauhid\kitab al-iman yang ditulis oleh sejumlah ulama yang diklaim oleh salafi sebagai kitab rujukan utama dalam masalah aqidah :
1- Kenabian adam
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Ath-Thahawi, Ibn Qudamah, Ibn Taimiyah, Ibn Abi Az-Zumanin (kitab ushul as-sunnah) tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab tauhid yang mereka tulis.
2- Sepuluh orang yang dijamin masuk surga
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Bukhari, Ibn Abi Az-Zumanin tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab tauhid yang mereka tulis.
3- Keutamaan nabi SAW atas seluruh nabi dan Rasul. Itu ditetapkan melalui hadis ahad.
Imam Bukhari, Ibn Abi Az-Zumanin tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab Al-Iman \ kitab at-tauhid yang ia tulis.
4- Kekhususan nabi SAW, misalnya masuk surga, melihat penghuninya dan apa yang disediakan bagi orang yang beriman, dan masuknya darinya bangsa jin ke dalam agama islam.
Imam Bukhari, Ibn Abi Az-Zumanin tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab Al-Iman\ kitab at-tauhid yang ia tulis.
5- Beriman bahwa Allah mengharamkan atas bumi untuk memakan jasad nabi.
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Ath-Thahawi, Ibn Qudamah, Ibn Taimiyah, Ibn Abi Az-Zumanin tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab at-tauhid \ kitab al-iman yang mereka tulis.
6- Beriman kepada pertanyaan malaikat munkar dan nakir dalam kubur.
Imam Bukhari tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab Al-Iman yang ia tulis.
7- Syafa’at nabi SAW yang terbesar di padang mahsyar.
Imam Bukhari tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab Al-Iman yang ia tulis.
8- Syafa’at nabi SAW untuk pelaku dosa besar dari umatnya.
Imam Bukhari tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab Al-Iman yang ia tulis.
9- Beriman bahwa para pelaku dosa besar tidak kekal dineraka.
10-Beriman bahwa ruh orang-orang yang mati syahid berada di dalam burung hijau yang beristirahat di surga.
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Ath-Thahawi, Ibn Qudamah, Ibn Taimiyah tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab at- tauhid \ kitab al-iman yang mereka tulis.
11- Banyak mukjizat Nabi Saw selain mukjizat al-qur’an.
Imam Abu Hanifah, Imam Bukhari tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab at-tauhid \ kitab al-iman yang mereka tulis.
12- Hadis tentang turunnya Isa
Imam Bukhari , Imam Ath-Thahawi, Ibn Taimiyah tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab at-tauhid \ kitab al-iman yang mereka tulis.
13- Banyaknya kriteria tentang surga dan neraka, serta rincian hari kiamat.
14- Hadis yang mengatakan bahwa hajar aswad adalah dari surga.
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Bukhari, Imam Ath-Thahawi, Ibn Qudamah, Ibn Taimiyah, Ibn Abi Az-Zumanin tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab tauhid \ kitab al-iman yang mereka tulis.
15- Beriman kepada siksa kubur, penyempitan liang
Imam Bukhari tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab Al-Iman yang ia tulis.
16- Beriman kepada ash-shirath, haudh nabi, dan orang yang meminumnya sekali teguk, tidak akan haus selamanya.
Imam Bukhari tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab Al-Iman yang ia tulis.
17- Masuknya ke dalam surga tujuh ribu dari umatnya ke surga tanpa hisab.
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Bukhari, Imam Ath-Thahawi, , Ibn Taimiyah, Ibn Abi Az-Zumanin tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab at- tauhid \ kitab al-iman yang mereka tulis.
18- Beriman kepada qadha dan qadar, baik – buruknya dari Alllah SWT, dan Allah menulis atas setiap manusia kebahagiaan dan kesengsaraannya, rizki dan ajalnya.
Imam Bukhari tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab Al-Iman yang ia tulis.
19-Beriman kepada Qalam, lauh dan Allah menulis segala sesuatu di dalamnya.
Imam Bukhari tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab Al-Iman yang ia tulis.
20-Beriman bahwa Allah mempunyai malaikat yang berkeliling di bumi, mereka menyampaikan salam dari umat ini kepada nabi mereka.
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Bukhari, Imam Ath-Thahawi, Ibn Qudamah, Ibn Taimiyah, Ibn Abi Az-Zumanin tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab tauhid \ kitab al-iman yang mereka tulis.
Walhasil, memang ada sebagian ulama yang menerima hadis ahad sebagai dalil dalam masalah aqidah !!?. Tapi mereka tidak pernah sepakat tentang hadis ahad yang mana yang mereka jadikan dalil dalam masalah aqidah ?!! lalu apa yang dilakukan oleh Salafi dengan memasukkan masalah-masalah baru yang ditetapkan oleh hadis ahad (seperti contoh diatas) adalah sebagian besar diantaranya tidak dilakukan oleh para Imam ini, sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam Husein Muhammad Al-Jasar Ath-Tharablusi bahwa “’Tidak wajib bagi kita untuk menyakini (I’tiqad) menurut syara’, kecuali yang dibangun dengan dalil aqli yang qath’I, yang tidak mengandung keraguan didalamnya. Atau apa yang dibangun dengan dalil syar’I yang dinukil kepada kita melalui ayat Al-Qur’an, hadis mutawatir atau hadis masyhur yang menunjukkan hal itu (masalah aqidah). Tidak wajib bagi kita untuk taqlid kepada selain Rasul SAW yang maksum atas apa yang telah qath’I darinya. Adapun apa yang dinukil kepada kita tentang masalah I’tiqad dari para Ulama besar umat Islam tanpa menunjukkan dalil aqli yang qath’I (sebagai dasar pendapatnya) atau dalil yang telah terbukti qath’I dari rasul SAW maka tidak waib bagi kita untuk mengikutinya (yaitu para Ulama ini). Apalagi jika bertentangan dengan dhahir nash2 syara’ yang digunakan dalam masalah aqidah ’’( Lihat kitab Al-Hushun Al-Hamidiyyah lil Muhafadzah ‘ala Al-Aqoid Al-Islamiyah – hal. 150 oleh Imam Husein Muhammad Al-Jasar Ath-Tharablusi).
Walhasil, kaum muslimin tidak wajib mengikuti pendapat seorang Imam besar yang pendapatnya tidak ditetapkan oleh dalil qath’I. Apalagi ada fakta menunjukkan bahwa mereka masih berbeda pendapat tentang hadis ahad yang mana yang mereka jadikan dalil dalam masalah aqidah ?!! Itu sikap yang ‘seharusnya’ pada para Imam ini !!!
Keterangan :
# Untuk menelaah kebenaran klaim Salafi bahwa Imam Bukhari dan Muslim menerima beberapa hadis ahad (yang menurut mereka adalah bagian dari aqidah, seperti beberapa poin diatas). Kami menelaah kitab Al-Imam dalam Shahih Bukhari – Muslim, kenapa ? Karena mereka (yaitu Salafi) mengklaim bahwa dalam kitab tersebut, Imam Bukhari dan Imam Muslim mencantumkan satu bab tentang Al-Iman, yang sebagian diantaranya adalah hadis ahad dan ini merupakan alasan bahwa Imam Bukhari dan Imam Muslim menetapkan masalah aqidah dengan hadis ahad, sekalipun sejumlah hadis diatas juga mereka cantumkan dalam kitab atau bab yang lain dari kitab mereka tapi yang ‘jelas’ bukan dalam kitab Al-Iman (lihat - majalah As-Sunnah, edisi khusus ‘’polemik hadis ahad’’) !! Dan hasilnya adalah seperti yang ada diatas !!?
# Sedang untuk poin yang lain, kami juga menelaah sejumlah kitab seperti Imam Abu Hanifah - Imam Syafi’I dalam fiqh Al-Akbar; Imam Ath-Thahawi dalam kitab Aqidah Ath-Thahawiyah; Ibn Qudamah dalam kitab Lum’ah Al-I’tiqad, Ibn Taimiyah dalam kitab Aqidah Ath-Thahawiyah, Ibn Abi Az-Zumanin dalam kitab ushul as-sunnah dan beberapa kitab lainnya !!!
sumber : http://khabar-ahad.blogspo t.com/2009/09/menggugat-aq idah-salafy-8-membantah.ht ml
Tidak menjadikan hadis ahad sebagai dalil dalam masalah aqidah adalah sangat berbeda dengan mengingkari hadis ahad seperti yang dilakukan oleh Mu’tazilah. Mereka mengingkari kehujjahan hadis ahad karena menurut mereka tidak rasional. Mereka mengatakan : “ Apakah kalian menemukan di dalam kubur alat-alat untuk menyiksa seperti paku, gergaji, palu dll ”, dan tentu mereka (Muta’zilah) tidak akan menemukannya karena itu berkaitan dengan hal yang ghoib\ tidak dapat diindera kemudian mereka mengingkari hadis ahad tentang adzab qubur karena menurut mereka tidak rasional (Lihat Kitab Ar-Ruh Oleh Imam Ibn Al-Qoyyim Al-Jauziyah). Sedang mayoritas Ulama yang tidak menjadikan hadis Ahad sebagai dalil Aqidah adalah tidak mengingkari adanya adzab qubur, kedatangan Imam Al-Mahdi, Karakteristik Surga-Neraka, dan masalah ghoib lainnya yang diinformasikan dengan hadis ahad , tetapi mereka menduga dengan keras (Gholibatu Adz-Dzonn) tentang kebenaran semua itu walau tingkat keyakinannya tidak sampai derajat Qoth’I\Pasti ( dengan pembenaran 100%), lalu sebagian besar diantara mereka tidak memasukkan hadis ahad dalam kajian Aqidah tetapi dimasukkan dalam pembahasan “At-Targib wa At-Tarhib”. Hal ini disebabkan jumhur Ulama dari berbagai disiplin ilmu Dien telah menetapkan derajat hadis ahad hanya menghasilkan dugaan keras saja tidak sampai derajat Yaqin. Sebagaimana yang dijelaskan oleh DR. Muhammad Ajaj Al-Khotib bahwa Jumhur Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Jumhur Mutakallimin dll menegaskan bahwa hadis ahad hanya memberi faedah dzon dan wajib diamalkan (dalam masalah hukum furu’\cabang –pent) (Lihat kitab Al-Ihkam li Ibn Hazm jilid 1\hal. 97, 108-122; Al-Mutashfa li Imam Al-Ghozali jilid 1\hal. 93-99; Al-Ihkam li Al-Amidi jilid 2\hal. 49-60). Imam Muhammad ibn Ibrahim Ibn Jamaah menambahkan bahwa hadis ahad adalah semua hadis yang jumlah perawinya tidak mencapai jumlah perawi hadis Mutawatir. Dan ada yang berpendapat bahwa hadis ahad memberi faedah Dzon(Kitab Al-Minhal Ar-rawi jilid 1\hal. 32\Dar Al-Fikr\ Dimsyaq –Siria \ 1406 H\Cetakan Kedua).
Padahal masalah Aqidah karena merupakan sebuah kepastian maka ia harus dibangun dengan dalil-dalil yang memberikan kepastian pula dari dalil yang qoth’I tsubut (yaitu Al-Qur’an dan hadis Mutawatir) dan qoth’I Dalalah (penunjukannya pasti sehingga tidak mungkin ditafsirkan kepada yang lain-pent). Sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Hafidz Ibn Katsir (Tafsir Al-Qur’an Al-A’dzim juz I, hal. 40) : ‘’ Imam yang telah ditentukan syara’ dan diserukan kepada seluruh kaum Muslimin adalah berupa I’tiqod, ucapan, dan perbuatan. Begitulah pendapat sebagian besar imam-imam madzab. Malah menurut Imam Syafi’I, Imam Ahmad bin hambal, dan Abu Ubaidah, ia telah menjadi ijma’’. Dan diperkuat oleh Imam Ibn Mundzir dalam Lisanul Arab bahwa ‘’ Arti Imam adalah Tasdiq (pembenaran). Dalam kitab At-Tahdzib, disebutkan bahwa Iman adalah asal kata dari yang artinya ‘’Ia seorang Mu’min”. Dalam hal ini, para Ahli bahasa sepakat bahwa iman berarti tashdiq (pembenaran). Perhatikan firman Allah SWT sebagai berikut : ‘’Orang-orang arab badui itu berkata, Kami telah beriman. Katakan kepada mereka : ‘Kamu belum beriman’. Tetapi katakanlah ‘kami telah tunduk’ (QS. Al-Hujurat -14) “.
Hal ini dilakukan oleh para Ulama dalam rangka menjaga kemurnian aqidah Islam dari bersih dari berbagai penyimpangan seperti aqidah yang dimiliki generasi yang terbaik yaitu generasi para salafus Sholeh (generasi Shohabat, Tabi’in, dan Tabiut Tabi’in-pent) ( Lihat Kitab Radd ala Al-Kitab Ad-Da’wah Al-Islamiyah; Dr. Abdurrahman Al-Baghdadi , hal. 175 ).
Usaha untuk menggunakan dalil yang jelas untuk membangun Aqidah Umat Islam dengan jalan membatasinya pada dalil-dalil Qoth’I, harus terus kita lakukan. Dan untuk memberikan keyakinan tentang masalah ini marilah kita mengkaji argumentasi dari para Imam panutan umat untuk membantah mereka yang menyangkal prinsip yang mulia ini. Kita mempercayai pemahaman mereka lebih dari pemahaman kita sendiri setelah mengkaji dan mempelajari kitab para Ulama tersebut. Oleh karena itu marilah kita meneliti lebih dalam apa pendapat Imam panutan umat yang mewakili madzab-madzab ini dalam masalah hadis ahad seperti yang dipaparkan oleh DR. Mahmud Al-Kholidi (Guru besar Universitas Yarmuk –Yordania) dalam bukunya (yang berisi Desertasi beliau untuk meraih delar doktor dalam bidang syari’ah) yaitu Qowaid Nidzon Al-Hukmi hal. 363-364 :‘’Undzur Tafshilal qauli fi dalilil aqidah. Quwa Al-Qur’an dan As-Sunnah Al-Mutawatirat faqod. Wa ana haditsal ahadi laisa hujjatun li aqoidin fiima yalii’’ (Perhatikan penjelasan scr detail tentang dalil aqidah. Yaitu Al-Qur’an dan Hadis mutawatir saja dan hadis ahad adalah bukan dalil dalam masalah aqidah, sbb) :
1- Kitab At-Talwih ‘ala at-taudhih, jilid 2\hal. 2-4\Tiba’ah (Penerbit) Shabih\tahun 1957
2- Ushuludin lil Baghdadi hal. 12\Cetakan Pertama – Istambul\1968
3- Kitabul Mu’tamad fi Ushulil hadis hal.21\Cetakan pertama – Auqaf Al-Iraq\Tahun 1971
4- Kifayah fi ‘ilmil Riwayah lil Baghdadi hal. 16-17\Tiba’ah Al-Utsmaniyah\Tahun 1357 H
5- Hasyiyatul Bananii ‘Ala Syarhil Jalaali Ala matani jami’il jawami’ jilid 2\hal. 120
6- Nihayatus su’ali Syarhu minhajil Wushul fi ‘Ilmil Ushul\jilid 1\hal. 10; jilid 2\hal. 29\ Penerbit Shobih\Tahun 1951
7- Shohih Muslim bi syarhi An-Nawawi\Jilid 1\hal. 132\At-Tiba’ah Al-Mishriyah – Al-Hamisy
8- Al-Ahkam fi Ushulil Ahkam li Ibn Hazm\jilid 1\hal. 107
9- Al-Showa’iqu li Ibnil Qoyim jilid 2\hal. 482
10- Al-Musawadah fi ‘Ilmil Ushul li Ibn Taimiyah hal. 42-44
11- Fawatihul Ar-Rahamut bi syarhi muslim Ats-Tsubut jilid 2\hal. 121
12- Nihayatus Sual fi ‘Ilmil Ushul lil Sarkhasi\ jilid 1\hal. 267 – Nuskhah Al-Afghanii – Al-Kitab Al-Arabi
13- Hasyiyatul ‘Athar ‘Ala Syarhil Al-Jalaali Al-Mahalii\jilid 2\hal. 157
14- Tafsir Al-Kasyaf\ jilid 4\hal. 422-424; jilid 1\hal. 587
15- Al-Muwafaqot\Jilid 2\hal. 11\Tiba’ah Shobih\Tahun 1969
16- Ushulut tasyri’ Al-Islamii – Ali Hasbullah\hal. 40\Cetakan kedua\Penerbit darul ‘Aarif\Tahun 1964
17- Ushulul Fiqhi – Syeikh Zakiyuddin Sya’ban\hal. 62\Cetakan kedua\Penerbit Darut ta’lif\Tahun 1964
18- Ushulul Fiqhi – Imam Muhammad Abu Zahrah\Hal. 102\Penerbit darul Fikri Al-‘Arabii\Tahun 1957
19- Al-Ijtihadu wa madaa hajatuna ilaihi fi hadzal Ashri – DR. Sayid Musa\ Cetakan tahun 1972
20- Ushulul Fiqhi – Syeikh Abbas Mutawalii Al-Hamidah\Hal. 85\Cetakan Dar An-Nahdhah\Tahun 1965
21- Taudhihul Afkar li ma’anii tanqihil andzar – Imam Shan’anii\jilid 1\ hal. 24-25
22- Manahijul Ijtihadi fil Islam – Syeikh Madkur\cetakan pertama\hal. 219, 508\Jami’ah Al-Kuwait
23- Ushulul Fiqhi – Syeikh Badran Abu Al-Ainain Badran\Hal. 82\Penerbit Darul Ma’arif\Tahun 1965
24- Ushulul Fiqhi – Syeikh Al-Khudhuri\jilid 252\Cetakan kelima\Tahun 1915\Penerbit Maktabah At-Tijariyah
‘’Undzur Al-Bahtsa Al-Manshura lana fi jaridah Ar-Ra’yi Al-Ami – Al-Kuwaitiyah bi tarikh 04\08\1987 wa 05\08\1978, 06\08\1979 bi unwanin : ‘’AlAqaid la tu’khadzu ilaa ‘ani yaqinin’’, wa yaqa’u fi 40 shufhah minal hajimil kabiri . Wa qad nasyartuhu radaa jama’ah As-Salafiyah Al-Mu’ashirin, liqaulihim bi ana khabaral ahadi yufidul yaqina (Lihat Kajian yang kami terbitkan di surat kabar “Ar-Ra’yu Al-‘Amu” – Kuwait pada tanggal 04\08\1987 , 05\08\1978, dan 06\08\1979 dengan judul ‘’Aqidah tidak diambil kecuali dari (dalil yang memberi faedah) yakin yang terdiri dari 40 halaman. Dan Aku telah menerbitkannya sebagai bantahan kepada kelompok Salafi Kontemporer atas pendapat mereka yang menyatakan bahwa hadis ahad memberi faedah yaqin (hujah dalam masalah aqidah)).
- Sebuah koreksi atas faham yang mengatakan tidak menjadikan hadis ahad dalil dalam masalah aqidah berarti menolak banyak hadis aqidah
kelompok Salafi menyebut sejumlah hadis yang menurut mereka adalah hadis – hadis ahad dan itu merupakan dalil dalam masalah aqidah (sebagaimana yang ditulis oleh Zainal Abidin dalam majalah As-Sunnah, edisi khusus ‘’polemik hadis ahad’’, hal. 40-42). Untuk mengetahui sejauh mana kebenaran klaim ini, maka kita langsung menelitinya kepada sejumlah kitab tauhid\kitab al-iman yang ditulis oleh sejumlah ulama yang diklaim oleh salafi sebagai kitab rujukan utama dalam masalah aqidah :
1- Kenabian adam
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Ath-Thahawi, Ibn Qudamah, Ibn Taimiyah, Ibn Abi Az-Zumanin (kitab ushul as-sunnah) tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab tauhid yang mereka tulis.
2- Sepuluh orang yang dijamin masuk surga
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Bukhari, Ibn Abi Az-Zumanin tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab tauhid yang mereka tulis.
3- Keutamaan nabi SAW atas seluruh nabi dan Rasul. Itu ditetapkan melalui hadis ahad.
Imam Bukhari, Ibn Abi Az-Zumanin tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab Al-Iman \ kitab at-tauhid yang ia tulis.
4- Kekhususan nabi SAW, misalnya masuk surga, melihat penghuninya dan apa yang disediakan bagi orang yang beriman, dan masuknya darinya bangsa jin ke dalam agama islam.
Imam Bukhari, Ibn Abi Az-Zumanin tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab Al-Iman\ kitab at-tauhid yang ia tulis.
5- Beriman bahwa Allah mengharamkan atas bumi untuk memakan jasad nabi.
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Ath-Thahawi, Ibn Qudamah, Ibn Taimiyah, Ibn Abi Az-Zumanin tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab at-tauhid \ kitab al-iman yang mereka tulis.
6- Beriman kepada pertanyaan malaikat munkar dan nakir dalam kubur.
Imam Bukhari tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab Al-Iman yang ia tulis.
7- Syafa’at nabi SAW yang terbesar di padang mahsyar.
Imam Bukhari tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab Al-Iman yang ia tulis.
8- Syafa’at nabi SAW untuk pelaku dosa besar dari umatnya.
Imam Bukhari tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab Al-Iman yang ia tulis.
9- Beriman bahwa para pelaku dosa besar tidak kekal dineraka.
10-Beriman bahwa ruh orang-orang yang mati syahid berada di dalam burung hijau yang beristirahat di surga.
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Ath-Thahawi, Ibn Qudamah, Ibn Taimiyah tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab at- tauhid \ kitab al-iman yang mereka tulis.
11- Banyak mukjizat Nabi Saw selain mukjizat al-qur’an.
Imam Abu Hanifah, Imam Bukhari tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab at-tauhid \ kitab al-iman yang mereka tulis.
12- Hadis tentang turunnya Isa
Imam Bukhari , Imam Ath-Thahawi, Ibn Taimiyah tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab at-tauhid \ kitab al-iman yang mereka tulis.
13- Banyaknya kriteria tentang surga dan neraka, serta rincian hari kiamat.
14- Hadis yang mengatakan bahwa hajar aswad adalah dari surga.
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Bukhari, Imam Ath-Thahawi, Ibn Qudamah, Ibn Taimiyah, Ibn Abi Az-Zumanin tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab tauhid \ kitab al-iman yang mereka tulis.
15- Beriman kepada siksa kubur, penyempitan liang
Imam Bukhari tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab Al-Iman yang ia tulis.
16- Beriman kepada ash-shirath, haudh nabi, dan orang yang meminumnya sekali teguk, tidak akan haus selamanya.
Imam Bukhari tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab Al-Iman yang ia tulis.
17- Masuknya ke dalam surga tujuh ribu dari umatnya ke surga tanpa hisab.
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Bukhari, Imam Ath-Thahawi, , Ibn Taimiyah, Ibn Abi Az-Zumanin tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab at- tauhid \ kitab al-iman yang mereka tulis.
18- Beriman kepada qadha dan qadar, baik – buruknya dari Alllah SWT, dan Allah menulis atas setiap manusia kebahagiaan dan kesengsaraannya, rizki dan ajalnya.
Imam Bukhari tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab Al-Iman yang ia tulis.
19-Beriman kepada Qalam, lauh dan Allah menulis segala sesuatu di dalamnya.
Imam Bukhari tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab Al-Iman yang ia tulis.
20-Beriman bahwa Allah mempunyai malaikat yang berkeliling di bumi, mereka menyampaikan salam dari umat ini kepada nabi mereka.
Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Bukhari, Imam Ath-Thahawi, Ibn Qudamah, Ibn Taimiyah, Ibn Abi Az-Zumanin tidak mencantumkan hadis ini dalam kitab tauhid \ kitab al-iman yang mereka tulis.
Walhasil, memang ada sebagian ulama yang menerima hadis ahad sebagai dalil dalam masalah aqidah !!?. Tapi mereka tidak pernah sepakat tentang hadis ahad yang mana yang mereka jadikan dalil dalam masalah aqidah ?!! lalu apa yang dilakukan oleh Salafi dengan memasukkan masalah-masalah baru yang ditetapkan oleh hadis ahad (seperti contoh diatas) adalah sebagian besar diantaranya tidak dilakukan oleh para Imam ini, sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam Husein Muhammad Al-Jasar Ath-Tharablusi bahwa “’Tidak wajib bagi kita untuk menyakini (I’tiqad) menurut syara’, kecuali yang dibangun dengan dalil aqli yang qath’I, yang tidak mengandung keraguan didalamnya. Atau apa yang dibangun dengan dalil syar’I yang dinukil kepada kita melalui ayat Al-Qur’an, hadis mutawatir atau hadis masyhur yang menunjukkan hal itu (masalah aqidah). Tidak wajib bagi kita untuk taqlid kepada selain Rasul SAW yang maksum atas apa yang telah qath’I darinya. Adapun apa yang dinukil kepada kita tentang masalah I’tiqad dari para Ulama besar umat Islam tanpa menunjukkan dalil aqli yang qath’I (sebagai dasar pendapatnya) atau dalil yang telah terbukti qath’I dari rasul SAW maka tidak waib bagi kita untuk mengikutinya (yaitu para Ulama ini). Apalagi jika bertentangan dengan dhahir nash2 syara’ yang digunakan dalam masalah aqidah ’’( Lihat kitab Al-Hushun Al-Hamidiyyah lil Muhafadzah ‘ala Al-Aqoid Al-Islamiyah – hal. 150 oleh Imam Husein Muhammad Al-Jasar Ath-Tharablusi).
Walhasil, kaum muslimin tidak wajib mengikuti pendapat seorang Imam besar yang pendapatnya tidak ditetapkan oleh dalil qath’I. Apalagi ada fakta menunjukkan bahwa mereka masih berbeda pendapat tentang hadis ahad yang mana yang mereka jadikan dalil dalam masalah aqidah ?!! Itu sikap yang ‘seharusnya’ pada para Imam ini !!!
Keterangan :
# Untuk menelaah kebenaran klaim Salafi bahwa Imam Bukhari dan Muslim menerima beberapa hadis ahad (yang menurut mereka adalah bagian dari aqidah, seperti beberapa poin diatas). Kami menelaah kitab Al-Imam dalam Shahih Bukhari – Muslim, kenapa ? Karena mereka (yaitu Salafi) mengklaim bahwa dalam kitab tersebut, Imam Bukhari dan Imam Muslim mencantumkan satu bab tentang Al-Iman, yang sebagian diantaranya adalah hadis ahad dan ini merupakan alasan bahwa Imam Bukhari dan Imam Muslim menetapkan masalah aqidah dengan hadis ahad, sekalipun sejumlah hadis diatas juga mereka cantumkan dalam kitab atau bab yang lain dari kitab mereka tapi yang ‘jelas’ bukan dalam kitab Al-Iman (lihat - majalah As-Sunnah, edisi khusus ‘’polemik hadis ahad’’) !! Dan hasilnya adalah seperti yang ada diatas !!?
# Sedang untuk poin yang lain, kami juga menelaah sejumlah kitab seperti Imam Abu Hanifah - Imam Syafi’I dalam fiqh Al-Akbar; Imam Ath-Thahawi dalam kitab Aqidah Ath-Thahawiyah; Ibn Qudamah dalam kitab Lum’ah Al-I’tiqad, Ibn Taimiyah dalam kitab Aqidah Ath-Thahawiyah, Ibn Abi Az-Zumanin dalam kitab ushul as-sunnah dan beberapa kitab lainnya !!!
sumber : http://khabar-ahad.blogspo
Labels: Akidah
Cetak halaman ini