Kepada Para Wanita Sholehah Pencari Kerja
Asslamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ba’da tahmid dan sholawat…
Tulisan ini tidak diperuntukkan bagi seluruh wanita…
Tapi hanya untuk para muslimah yang mengatakan bahwa diri mereka adalah penegak syariah dan peduli dengan saudaranya…
Dan di antara mereka itu tulisan ini juga tidak diperuntukan kepada para wanita sholehah yang menjadi tulang punggung bagi keluarganya (meski itu seharusnya bukan tugas mereka)…
Tulisan ini bagi para wanita sholehah yang memiliki para lelaki (suami, kakak, adik atau orang tua) yang mampu menafkahinya sebagai sebuah kewajiban…
Tulisan ini sebagai bahan pertimbangan bagi para wanita sholehah yang sedang memburu pekerjaan (karir) di luar rumah mereka….
Saat ini kita bersama tahu wahai ukhti yang sangat ku hormati. Minimnya lapangan kerja di Indonesia dan rendahnya kualitas pendidikan masyarakat yang mengakibatkan meningkatnya jumlah orang-orang yang menganggur tidak memperoleh kesempatan bekerja. Jumlah pengangguran terbuka tahun 2004 saja mencapai 10,53 juta orang atau 9,86% dari angkatan kerja keseluruhan yang berjumlah 104,02 juta orang. Sedangkan jumlah penganggur setengah terbuka -mereka yang bekerja kurang dari 35 jam per bulan- menurut versi LIPI 28,93 juta orang atau 27,5% dari total angkatan kerja. Bila keduanya digabung, maka setidaknya jumlah penganggur di Indonesia mencapai 39,46 juta orang atau 37,36%. Jumlah ini sangat besar. Itu artinya, satu dari tiga orang angkatan kerja di Indonesia menganggur. Kemudian, bila diasumsikan jumlah rumah tangga di Indonesia mencapai 45 juta (setiap rumah tangga terdiri dari 5 jiwa dan jumlah penduduk lndonesia 220 juta jiwa), maka ada sekitar 5,5 juta keluarga yang sepenuhnya menganggur. Jumlah itu sampai saat ini tidaklah menurun bahkan meningkat (www.portalhr.com). Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memproyeksikan angka pengangguran pada 2009 naik menjadi 9% dari angka pengangguran 2008 sebesar 8,5% (www.koranindonesia.com).
Ukhti… bisa kita bayangkan dengan angka 5,5 juta keluarga yang sepenuhnya menganggur itu. Jika kita anggap bahwa ada 1 laki-laki yang wajib menafkahi keluarganya maka akan ada 5,5 juta laki-laki yang tidak dapat memenuhi kewajibannya, karena sulitnya lapangan pekerjaan dalam dunia kapitalis ini.
Engkau tahu wahai ukhti… setiap laki-laki yang telah baligh memiliki kewajiban untuk menafkahi diri mereka sendiri dan orang-orang yang menjadi tanggungannya.
Allah SWT berfirman: “Dan kewajiban ayah adalah memberi makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf” (QS. al Baqarah [2]): 233)
Rasulullah saw. bersabda kepada kaum muslimin, “Bersedekahlah!” Lalu seorang pria berkata, “Aku memiliki satu dinar” Nabi saw. menjawab, “Bersedekalah dengannya untuk (kebutuhan pokok) dirimu!” Lalu ia berkata lagi, “Aku memiliki satu dinar lagi” Rasulullah kembali berkata, “Bersedekahlah dengannya untuk Isterimu.” Pria itu berkata lagi, “Aku masih punya satu dinar lagi,” kembali Rasulullah saw. Berkata, “Bersedekalah untuk anakmu.” (HR. Ahmad)
Yang dimaksud bersedekah disini adalah memenuhi kewajiban untuk menafkahi siapa saja yang menjadi tanggungan seorang laki-laki.
Ukhti… para pencari kerja, dengan jumlah lapangan pekerjaan yang sangat sedikit, itupun harus diperebutkan oleh banyak orang. Baik laki-laki maupun perempuan (termasuk diri ukhti). Tidakkah ada pikiran dalam diri ukhti bahwa dengan ikut sertanya ukhti dalam persaingan memperebutkan pekerjaan tersebut jelas akan memperkecil peluang diperolehnya pekerjaan oleh para laki-laki yang mereka sangat membutuhkannya (karena adanya kewajiban pada diri mereka). Padahal pada saat yang sama pekerjaan tersebut hanyalah mubah (boleh) untukmu.
Tega kah hati ukhti… saat ukhti diterima dalam pekerjaan tersebut, kemudian dengan wajah sedih para laki-laki yang sangat membutuhkan pekerjaan tersebut untuk menafkahi isteri dan anaknya harus tersingkir karena kalah “bersaing” dengan ukhti.
Begitu banyak saat ini persaingan antara laki-laki dan perempuan dalam memperebutkan lapangan pekerjaan. Tidak sedikit laki-laki yang harus gigit jari, tak sedikit para isteri dan para anak yang kembali harus “bersabar” karena suami dan ayah mereka “tidak berhasil” memperoleh pekerjaan yang mungkin dapat menyelamatkan kemiskinan dan ketidak mampuan mereka karena “kalah bersaing” denganmu.
Benarkah mereka “kalah bersaing”, Demi Allah sesungguhnya tidak semuanya benar. Karena banyak para pemilik pekerjaan yang lebih memilih wanita daripada laki-laki dengan berbagai alasan meski kualifikasi mereka sama bahkan mungkin laki-laki lebih baik.
Wahai ukhti… ana tidak mengharamkan sebuah pekerjaan yang memang mubah untuk engkau lakukan. Hanya sebuah pandangan yang mungkin tidak pernah terbersit dipikiran kebanyakan wanita yang sedang mencari pekerjaan saat ini.
Nasihat ini sengaja ana berikan kepada kalian karena kalian adalah para akhwat yang lebih mencintai Allah dan rasul-Nya daripada kebanyakan wanita. Karena kalian lebih mencintai saudara-saudari kalian sebagaimana kalian mencintai diri kalian sendiri.
Tidak kah jika kalian mau memberikan peluang itu kepada laki-laki sholeh yang bersaing dengan kalian untuk posisi yang sama akan lebih bermakna dan membawa kebaikan yang LEBIH BESAR?
Ana yakin kalian sangat membenci pemikiran kaum gender itu. Yang terus memperjuangkan kesetaran antara laki-laki dan perempuan dalam seluruh aspeknya. Padahal laki-laki dan perempuan diciptakan tidaklah sama. Peran mereka dalam kehidupan pun tidak lah sama. Seharusnya mereka tidak saling bersaing, tapi saling melengkapi dan bekerja sama.
Wahai ukhti… ana yakin kalian lebih memahami dan lebih mengerti maksud dari apa yang telah ana sampaikan. Semoga Allah memberikan kebaikan kepada kalian. Dan kalian layak menyandang predikat Bidadari di muka bumi.
Wallahu’alam bi ash showwab
Labels: Muslimah
Cetak halaman ini