Khutbah Idul Fithri 1430 H
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الله أكبر 3× الله أكبر 3×
اللهُ أَكْبَرْ كَبِيْراً وَالْحَمْدَ ِللهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّأَصِيْلاً، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلَهَ إلاَّ الله هُوَ الله أَكْبَر، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ جَعَلَ هَذَ الْيَوْمِ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ وَحَرَّمَ عَلَيْهِمْ فِيْهِ الصِّياَمَ، وَنَزَّلَ الْقُرْآنَ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّناَتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانَ خَيْرَ نِعَمٍ، نَحْمَدُهُ عَلَى كَمَالِ اِحْسَانِهِ وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ.
أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهِ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وهو يُحْيِ وَيُمِيْتُ وَرَبٌّ حَيٌّ لا يموت وَهُوَ بِكُلِّ شَيْئٍ عَلِيْمٌ. وَأَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَيْرَ اْلأَناَمِ.
أُصَلِّيْ وَاُسَلِّمُ عَلَى الْقَائِدِ وَالْقُدْوَةِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، وَمَنْ دَعاَ اِلَى اللهِ بِدَعْوَتِهِ وَمَنْ جاَهَدَ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ حَقًّ جِهاَدِهِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ، وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ..
Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd
Segala puji hanya milik Allah SWT, Pencipta, Pemilik dan Pengatur seluruh alam semesta. Dialah Pemberi nikmat kepada seluruh hamba-Nya, termasuk kita semua. Maka sudah sepantasnya kita memuji keagungan-Nya dan bersyukur atas seluruh nikmat-Nya yang diberikan kepada kita.
Kita bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah, selain Allah SWT. Kita juga bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah, panutan dan teladan bagi seluruh umat manusia. Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada beliau SAW, keluarga, kerabat dan para sahabat beliau, serta seluruh kaum Muslim yang secara istiqamah menjalankan dan mendakwahkan ajarannya. Amiin.
Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakumul-Lâh
Pagi ini kita berkumpul bersama untuk memenuhi panggilan Allah SWT dan Rasul-Nya. Di hari bahagia ini, kaum Muslim di seluruh dunia menggemakan kalimat takbîr, tahlîl dan tahmîd. Semua kalimat thayyibah itu diucapkan sebagai bagian dari ketundukan kepada Allah SWT dan ungkapan rasa syukur kepada-Nya. Dialah yang telah memberikan hidayah, kekuatan, dan kesabaran kepada kita hingga kita mampu menyelesaikan shaum Ramadhan kita dengan sebaik-baiknya. Itulah yang membuat kita menjadi bahagia.
Kebaha giaan yang kita rasakan saat ini merupakan salah satu dari kebahagiaan yang telah dijanjikan Rasulullah SAW bagi orang-orang yang berpuasa:
«لِلصَّائِمِ فَرْحَتاَنِ يَفْرَحُهُماَ إِذاَ أَفْطَرَ فَرَحَ، وَإِذاَ لَقِي رَبَّهُ فَرَحَ بِصَوْمِهِ»
Bagi seorang yang berpuasa diberikan dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan saat berbuka (termasuk saat idul fitri) dan kebahagiaan saat bertemu dengan Rabb-nya dengan puasanya (HR al-Bukhari, Muslim, dan al-Tirmidzi dari Abu Hurairah).
Kita juga berbahagia karena kita memiliki harapan dengan amal yang kita kerjakan. Dengan selesainya ibadah puasa, kita berharap agar dosa-dosa kita diampuni, diberikan pahala yang besar, dibebaskan dari api neraka, dan dimasukkan ke dalam surga-Nya yang penuh kenikmatan, sebagaimana dijanjikan Allah SWT dan rasul-Nya.
Kita juga berbahagia menyaksikan kaum Muslim mengagungkan asma’ Allah, berbondong-bondong menuju tempat shalat, menunaikan shalat berjamaah, berbaris rapi dan bersimpuh bersama mendengarkan khutbah. Realitas ini seolah menunjukkan kepada kita bahwa inilah jati diri umat Islam yang sebenarnya.
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakumul-Lâh,
Kendati jiwa kita diliputi suasana bahagia, namun kita tidak boleh melupakan nasib saudara-saudara kita di berbagai negara yang sangat menyedihkan. Di Irak dan Afghanistan, nasib saudara-saudara kita juga masih belum banyak berubah. Mereka hidup di bawah cengkeraman penjajahan negara imperialis dan agresor, Amerika Serikat. Sementara para penguasa di kedua negeri tersebut tak lebih dari antek yang mengabdi untuk negara penjajah.
Di Palestina nasib kaum Muslim tak kalah mengenaskan. Negeri mereka, yang sesungguhnya menjadi milik seluruh kaum Muslim, dirampas kaum Yahudi Israel. Sebagian mereka terusir dari negerinya, hidup menderita dan terlunta-lunta, bahkan yang lebih menyedihkan adalah nasib mereka yang tinggal di kamp-kamp pengungsian. Tidak ada satu pun negeri di sekitar mereka yang mau mengakui mereka sebagai warganya. Mereka tidak bisa ke mana-mana, karena tidak memiliki identitas kewarganegaraan. Sedangkan yang masih tersisa, keadaan mereka selalu terancam oleh kebiadaban bangsa terlaknat itu. Mereka harus menghadapi negara zionis sendirian dengan senjata seadanya. Sementara para penguasa di negeri-negeri Muslim lainnya hanya berdiam diri. Bahkan di antara mereka ada yang bersekutu dengan musuh Allah itu dalam membantai saudara-saudara mereka.
Keadaan memilukan dialami saudara-saudara kita di China. Di negara Komunis itu, umat Islam dari suku Uighur, di Xinjiang —yang dikenal dalam sejarah Islam sebagai Turkistan Timur— menjadi korban kebrutalan suku Han, yang didukung penuh oleh rezim Komunis, China. Sementara di Turki, para pejuang syariah dan khilafah harus menghadapi sikap represif penguasa sekular. Hingga kini, ratusan aktivis Hizbut Tahrir Turki ditahan dan dipenjara tanpa alasan.
Juga tidak boleh dilupakan isu terorisme yang kembali mencuat di negeri ini. Pihak-pihak yang membenci Islam berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengaitkan aksi terorisme dengan perjuangan menegakkan syariah. Padahal jelas, antara terorisme dan dakwah tidak ada kaitannya. Bahkan ada yang ingin membungkam dakwah dengan memprovokasi penguasa agar menerapkan kembali undang-undang represif seperti pada rezim otoriter sebelumnya.
Nasib yang dialami saudara-saudara kita di Pattani Thailand, Moro Philipina Selatan, Kashmir, Rohingya di Miyanmar, Pakistan, Banglades, dan lain-lain kian memperpanjang daftar penderitaan umat Islam. Karena itu, wajar jika kita katakan, bahwa kita merayakan Hari Kemenangan ini dalam Kekalahan. Karenanya, mari kita berdoa semoga kekalahan demi kekalahan yang dialami umat Islam ini segera berakhir, dan digantikan dengan kemenangan demi kemenangan sebagaimana sejarah emas umat Islam di masa lalu. Amin, ya Mujib al-sâilin.
Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Meskipun realitas kaum Muslim kini sedang terpuruk, namun kita tidak boleh merasa pesimis dan putus asa. Sebaliknya, kita harus yakin bahwa kaum Muslim akan kembali tampil menjadi pemimpin dunia. Keyakinan ini bukan mimpi, apalagi hanya ilusi. Namun ini didasarkan pada janji Allah SWT dan rasul-Nya yang pasti ditepati. Janji Allah SWT ini sebagaimana Dia nyatakan dalam firman-Nya:
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik (QS al-Nur [24]: 55).
Dalam ayat ini, ada tiga perkara yang dijanjikan kepada kaum Muslim. Pertama, mereka akan kembali diberikan kekhilafahan sebagaimana pendahulu mereka. Ini artinya, mereka akan kembali berkuasa dan mempin dunia dengan Khilafah. Imam Ibnu Katsir dalam Tafsîr al-Qurân al-‘Azhîm menjelaskan bahwa kata layastakhlifannahum fî al-ardh berarti menjadikan mereka sebagai khalifah-khalifah di muka bumi. Yakni, menjadi para pemimpin dan wali bagi umat manusia. Imam al-Syaukani menegaskan, bahwa janji ini berlaku umum untuk seluruh umat ini.
Kedua, posisi Islam akan diteguhkan bagi kaum Muslim. Ketika Khilafah belum tegak, banyak hukum Islam yang ditelantarkan, ditolak bahkan dilecehkan. Dengan tegaknya Khilafah, semua hukum Islam bisa diterapkan. Khilafah juga menjadi penjaga agama dari setiap bentuk pelanggaran, pengingkaran dan penistaan. Maka Islam menjadi agama yang teguh dan kokoh di tengah-tengah kehidupan. Lebi dari itu, Khilafah akan mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia, sehingga mengalahkan semua agama dan ideologi.
Di masa kekhilafahan Abu Bakar, ketika ada sekompok orang yang menolak membayar zakat, beliau segera bertindak tegas. Khalifah pertama itu berkata, “Demi Allah, aku pasti akan memerangi orang-orang yang memisahkan shalat dengan zakat karena zakat itu hak harta. Demi Allah, andai mereka menolak membayar zakat unta dan kambing yang dulu mereka bayarkan kepada Rasulullah saw, aku pasti memerangi mereka karena penolakan tersebut” (HR al-Bukhari dan Ahmad).
Ketiga, perubahan nasib umat Islam, yang sebelumnya diliputi dengan ketakutan berubah menjadi aman sentosa. Ketika kaum Muslim hidup tanpa Khilafah, tidak ada institusi yang melindungi dan menjaga mereka. Akibatnya, musuh-musuh Islam dengan mudah merampas harta mereka, menghinakan kehormatan mereka dan menumpahkan darah mereka. Tegaknya Khilafah akan mengubah keadaan yang menyedihkan ini. Sebab, Khilafahlah institusi pelindung bagi kaum Muslim. Rasulullah SAW bersabda:
«إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ»
Sesungguhnya imam (kepala negara/khalifah) adalah perisai, tempat berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya (HR Muslim dari Abu Huraira).
Di masa Khalifah al-Mu’tashim Billah, ketika seorang Muslimah jilbabnya ditarik oleh salah seorang Romawi, wanita itu meminta tolongan kepada sang Khalifah, maka beliau pun serta merta bangkit dan memimpin sendiri pasukannya untuk melakukan perhitungan terhadap pelecehan yang dilakukan oleh orang Romawi itu. Sesampainya di Amuria, beliau meminta agar orang Romawi pelaku kezaliman itu diserahkan untuk di-qishash. Saat penguasa Romawi menolaknya, beliau pun menyerang kota, menghancurkan benteng pertahanannya dan menerobos pintu-pintunya hingga kota itu pun jatuh ke tangannya.
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakumul-Lâh,
Kita berharap, janji Allah SWT ini segera tiba. Terlebih saat ini kita sedang berada dalam masa mulk[an] jabriyyah (penguasa diktator), yaitu fase akhir dari bisyarah Nabawiyyah. Semenjak Khilafah Utmani dibubarkan Musthafa Kemal Pasha tahun 1924, umat Islam terpecah-belah dalam banyak negara kecil. Penguasa di seluruh negara itu memerintah bukan dengan hukum Allah. Mereka pun menjadi penguasa diktator dan otoriter, karena mempertahankan kepentingan diri, kroni dan majikan-majikan penjajah mereka.
Dalam hadits Hudzaifah disebutkan, setelah hidup di bawah penguasa mulk[an] jabriyyah, umat Islam akan kembali hidup dalam naungan Khilafah ‘alâ minhâj al-nubuwwah. Rasulullah saw bersabda:
«تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ»
Di tengah-tengah kalian sedang berlangsung zaman kenabian. Selama Allah berkehendak, ia akan tetap ada. Kemudian Dia mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian ada zaman Khilafah yang mengikuti metode kenabian. Maka, dengan kehendak Allah, ia akan tetap ada. Kemudian Dia pun mengakhirinya, jika Allah berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada para penguasa yang menggigit. Dengan kehendak Allah, ia pun tetap ada, kemudian Dia pun mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada para penguasa diktator. Dengan kehendak Allah, ia pun tetap ada, kemudian Dia pun mengakhirinya, jika Dia berkehendak untuk mengakhirinya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti tuntunan kenabian. Setelah itu, beliau diam (HR Ahmad dalam Musnad-nya, dimana semua perawinya adalah tsiqqat).
Bertolak dari Hadits ini, tegaknya Khilafah alâ minhâj al-nubuwwah yang kedua, insya Allah tidak akan lama lagi.
Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Kami perlu tegaskan, bahwa kembalinya Khilafah merupakan nasrul-Lâh (pertolongan Allah) kepada kaum Muslim. Sedangkan al-nashr (pertolongan) itu mutlak milik Allah SWT. Karena itu, tidak ada seorang pun yang mampu mendatangkan atau menolaknya; memajukan atau menundanya. Bahkan Rasul sekalipun, tidak bisa menentukan sendiri kapan dan di mana pertolongan itu akan datang. Di antara buktinya adalah ketika kaum Muslim ditimpa cobaan amat dahsyat, lalu mereka bertanya kepada Rasulullah SAW kapankah pertolongan akan datang, beliau hanya menjawab:
Ingatlah, sesungguhnya pertolongan itu amat dekat (QS al-Baqarah [2]: 214).
Kalau begitu, apakah kita harus diam dan hanya menunggu datangnya pertolongan tersebut? Jawabnya: Tidak! Sebab, Allah SWT Yang Maha Adil telah menetapkan syarat bagi hamba-Nya yang ingin mendapat pertolongan-Nya. Syaratnya, hamba itu harus bersedia menolong agama-Nya. Allah SWT berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu (QS Muhammad [47]: 7).
Ungkapan ‘menolong Allah’ ini bukanlah bermakna hakiki. Sebab, Allah Swt tidak membutuhkan pertolongan hamba-Nya. Sebaliknya, Dialah yang berkuasa memberikan pertolongan. Bahkan tidak ada pertolongan kecuali berasal dari-Nya sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS Ali ‘Imran [3]: 126).
Karena itu, pengertian ‘menolong Allah’, bukanlah bermakna hakiki. Sebagaimana dijelaskan Abu Hayyan al-Andalusi dalam Tafsîr al-Bahr al-Muhîth, bahwa ungkapan tersebut bermakna menolong agama-Nya. Menurut mufassir lainnya, seperti Ibnu al-Jauzi, al-Zamakhsyari, al-Baidhawi, dan Syihabuddin al-Alusi rahimahumul-Lâh selain menolong agama-Nya, juga menolong rasul-Nya.
Secara lebih gamblang, Abdurrahman al-Sa’di menjelaskan bahwa amaliyyah praktis ‘menolong Allah’ adalah dengan melaksanakan agama-Nya, berdakwah kepada-Nya, dan berjihad melawan musuh-musuh-Nya, yang dilakukan dengan niat ikhlas karena-Nya. Ustadz Abdul Lathif ‘Uwaidhah dalam Haml al-Da’wah Wâjibât wa Shifât menuturkan bahwa ungkapan ‘menolong Allah’ itu meliputi: mengimani syariah yang dibawa Rasul, berpegang teguh dengan hukum-hukum yang dibawa, mentaati perintah, dan menjauhi larangan-Nya.
Dari semua penjelasan itu dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan ‘menolong Allah’ itu adalah bertakwa kepada-Nya, yakni menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Lalu disempurnakan lagi dengan meninggalkan sebagian perkara mubah. Rasulullah saw bersabda:
«لاَ يَبْلُغُ الْعَبْدُ أَنْ يَكُونَ مِنْ الْمُتَّقِينَ حَتَّى يَدَعَ مَا لاَ بَأْسَ بِهِ حَذَرًا لِمَا بِهِ الْبَأْسُ»
Seorang hamba tidak sampai menjadi muttaqin hingga meninggalkan apa yang sebenarnya boleh karena khawatir terjatuh pada apa yang tidak boleh (HR al-Tirmidzi).
Takwa inilah yang menjadi syarat diturunkannya pertolongan Allah kepada hamba-Nya. Maka siapa pun yang bertakwa, dia sesungguhnya berhak mendapatkan pertolongan-Nya.
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakumul-Lâh,
Para sahabat Nabi radhiyal-Lâh ‘anhum adalah orang-orang yang telah mendapatkan pertolongan Allah SWT lantaran ketakwaan mereka. Bahwa takwa merupakan syarat diturunkannya pertolongan Allah telah menjadi pemahaman mereka. Umar bin al-Khaththab ra pernah berkata:
«فَإِنْ لَمْ نُغَِلَّبْهُمْ بِطَاعَتِنَا غَلَّبُوْنَا بِقُوَّتِهِمْ»
Jika kita tidak mengalahkan musuh kita dengan ketaatan kita (kepada Allah), nisacaya musuh akan mengalahkan kita dengan kekuatan mereka.
Salah satu panglima dalam Perang Mu’tah, Abdullah bin Rawahah juga pernah mengatakan:
«مَا نُقَاتِلُ النَّاسَ بِعَدَدٍ وَلاً قُوّةٍ وَلاَ كَثْرَةٍ مَا نُقَاتِلُهُمْ إِلاَّ بِهَذَا الدِّيْن الَّذِي أَكْرَمَنَا اللَّه به»
Kita memerangi manusia bukan dengan jumlah, kekuatan, dan pasukan yang banyak. Namun kita memerangi mereka dengan agama ini, yang dengan agama inilah Allah memuliakan kita (HR Ibnu Ishaq).
Karena itu, syarat takwa ini harus benar-benar kita perhatikan. Pelanggaran sedikit saja terhadap perkara tersebut, bisa menjauhkan pertolongan Allah SWT. Kasus Perang Hunain bisa menjadi pelajaran berharga. Pada perang ini, pasukan Islam berjumlah 12.000 orang. Sebagian di antara mereka mengira akan mengalahkan musuh mereka dengan mudah. Jumlah pasukan yang besar dianggap merupakan sebab kemenangan. Namun apa yang terjadi? Pada perang tersebut, pasukan Islam justru sempat lari tunggang-langgang digempur musuh dan hampir menderita kekalahan. Ketika mereka menyadari, bahwa mereka berangkat untuk berjihad, ikhlas karena Allah SWT, mereka pun segera merapatkan kembali barisannya. Sesudah itu, Allah SWT menurunkan pertolongan-Nya. Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir. (QS al-Taubah [9]: 25-26).
Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Jelaslah, agar pertolongan Allah segera datang, dan Khilafah tegak kembali, kita harus meningkatkan ketakwaan kita. Kita harus bertakwa dengan sebenar-benarnya (haqqa tuqâtihi). Sebab, ketakwaan inilah yang diperintahkan dalam QS Ali ‘Imran [3]: 102. Takwa yang sebenar-benarnya ini hanya ada, ketika kita telah mengerahkan seluruh kemampuan yang kita miliki untuk merealisasikannya. Allah SWT berfirman:
Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu (QS al-Taghabun [64]: 16).
Kata mâ [i]statha’tum berarti sampai batas kemampuan yang kalian miliki. Ini artinya, dalam bertakwa kita harus mengerahkan seluruh kemampuan yang kita miliki. Bukan dengan setengah, sepertiga atau seperempat kemampuan kita.
Kita juga harus bertakwa dalam semua perkara yang disyariahkan. Tidak hanya menyangkut perkara ubudiyyah, makanan, dan akhlak saja. Namun juga bertakwa dalam perkara politik, pemerintahan, ekonomi, pendidikan, pergaulan, sanksi-sanksi hukum, dan seluruh bidang kehidupan lainnya. Allah SWT berfirman:
Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya (QS al-Hasyr [59] 7).
Ma’âsyira al-Muslimîn rahimakumul-Lâh,
Selain ketakwaan berupa ketaatan kepada hukum syara’, masih ada satu lagi yang harus diperhatikan untuk mendapatkan pertolongan Allah. Kita juga harus melakukan berbagai persiapan dan cara yang benar sesuai dengan keperluannya.
Aspek kedua ini juga harus kita perhatikan. Peristiwa dalam Perang Uhud bisa menjadi pelajaran berharga dalam perkara ini. Karena sebagian di antara mereka —yakni pasukan pemanah yang bertugas di atas bukit– tidak disiplin terhadap uslub (ketentuan teknis) yang telah ditetapkan Rasulullah SAW, kemenangan yang sudah hampir di tangan terpaksa harus sirna.
Untuk memperoleh kemenangan dalam peperangan misalnya, kaum Muslim harus terikat dengan syariah. Selain itu, kita juga harus melakukan persiapan, menyiapkan persenjataan, dan merancang strategi militer yang dapat mengalahkan dan menggentarkan musuh sebagaimana diperintahkan Allah SWT dalam QS al-Anfal [8]: 60. Dengan terpenuhinya dua syarat itu, insya Allah akan meraih kemenangan.
Demikian juga dalam perjuangan menegakkan syariah dan Khilafah. ِSyariat Islam (QS Ali ‘Imran [3]: 104) mengharuskan adanya kelompok atau organisasi dakwah. Gerakan/organisasi dakwah ini harus tunduk pada kewajiban syar’i. Asasnya akidah Islam, tujuannya melangsungkan kembali kehidupan Islam dengan tegaknya Khilafah, serta mengadopsi pemikiran dan hukum Islam. Dalam mencapai tujuan, gerakan tersebut juga harus mengikuti tharîqah (metode) dakwah Rasulullah SWT. Baik fikrah dan thariqah-nya tidak boleh menyimpang sedikit pun dari Islam. Anggota-anggotanya harus Muslim, taat kepada syariah, dan ikhlas berjuang karena Allah. Kemudian semuanya diikat dengan fikrah dan thariqah yang sama. Selain itu, mereka juga harus mempunyai politik yang sempurna.
Selain memenuhi kewajiban syar’i, gerakan/organisasi dakwah beserta pengembannya itu harus menggunakan berbagai uslûb (cara) dan wasîlah (sarana) yang mendukung tercapainya tujuan perjuangannya: tegaknya Khilafah. Dengan terpenuhinya dua syarat ini, insya Allah tegaknya khilafah hanya soal waktu.
Allâhu Akbar 3X wa lil-Lâh al-hamd,
Inilah syarat-syarat yang harus kita realisasikan untuk mendapatkan pertolongan Allah SWT: mengokokan keterikatan pada syariah dan menyiapkan berbagai cara dan sarana yang paling tepat. Dua aspek inilah yang harus terus-menerus kita jaga dan kita tingkatkan. Jika semua syarat ini sudah dipenuhi, insya Allah pertolongan-Nya segera tiba. Karena itu, jangan sekali-kali berputus asa, apalagi berbelok arah dan mengambil langkah pragmatis. Na’ûdzu bil-Lâh.
Akhirnya, hanya kepada-Nyalah kita mengharapkan pertolongan. Sebab Allah SWT berfirman:
Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal (Qs Ali ‘Imran [3]: 160).
Semoga Allah SWT memberikan kepada kita kekuatan iman dan semangat untuk menjalankan hukum-hukum Allah SWT. serta memasukkan kita ke dalam golongan pejuang-pejuang Islam, yang berupaya mewujudkan Khilafah, yang mengikuti manhaj Nabi SAW. Marilah kita berdoa kepada Allah SWT agar amal ibadah kita selama bulan Ramadhan diterima di sisi Allah SWT, dan kita berhasil meraih derajat takwa.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا، اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعَا إِلَى اللهِ بِدَعْوَتِهِ وَمَنْ تَمَسَّكَ بِسُنَّةِ رَسُوْلِهِ إِلى يَوْمِ الدِّيْنِ..
اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ،
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَاِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّا مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا دُعَائَنَا وَصِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَرُكُوْعَنَا وَسُجُوْدَنَا، اللّهُمَّ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ،
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَاِفِرِيْنَ،
اَللَّهُمَّ اجْعَلْناَ بِاْلأِيْماَنِ كاَمِلِيْنَ وَلِلْفَرَائِضِ مُؤَدِّيْنَ وَلِلدَّعْوَةِ حَامِلِيْنَ وَبِاْلإِسْلاَمِ مُتَمَسِّكِيْنَ وَعَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضِيْنَ وَفِي الدُّنْيَا زَاهِدِيْنَ وَفِي اْلآخِرَةِ رَاغِبِيْنَ وَبِالْقَضَاءِ رَاضِيْنَ وَلِلنِّعَمِ شاَكِرِيْنَ وَعَلَى اْلبَلاَءِ صاَبِرِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ بِلاَدَنَا هَذَا وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ سَخَاءً رَخاَءً، اَللَّهُمَّ مَنْ أَرَادَ بِناَ سُوْأً فَأَشْغِلْهُ فِي نَفْسِهِ وَمَنْ كَادَنَا فَكِدْهُ وَاجْعَلْ تَدْمِيْرَهُ في تَدْبِيْرِهِ. اَللَّهُمَّ اجْعَلْناَ فِيْ ضَمَانِكَ وَأَمَانِكَ وَبِرِّكَ وَاِحْسَانِكَ وَاحْرُسْ بِعَيْنِكَ الَّتِيْ لاَ تَناَمُ وَاحْفَظْناَ بِرُكْنِكَ الَّذِيْ لاَ يُرَامُ.
اَللَّهُمَّ اَعِزِّ الإسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَكَ أَعْدَاءَنَا وَأَعْدَاءَ الدِّيْنِ،
اَللَّهُمَّ دَمِّرْ جُيُوْشَ الْكُفَّارِ الْمُسْتَعْمِرِيْنَ أَمْرِيْكَا وَحُلَفَاءَهَا الْمُلْعُوْنِيْنَ، اَللَّهُمَّ فَرِّقْ جَمْعَهُمْ وَشَتِّتْ شَمْلَهُمْ بِقُوَّتِكَ يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ.
اَللّهُمَّ يَا مُنْـزِلَ الْكِتَابِ وَمُجْرِيَ الْحِساَبِ وَمُهْزِمَ اْلأَحْزَابِ اِهْزمِ اْليَهُوْدَ وَاَعْوَانَهُمْ والَصَلِّيْبِيِّيْنَ الظَّالِمِيْنَ وَاَنْصَارَهُمْ وَالرَّأْسُمَالِيِّيْنَ وَإِخْوَانَهُمْ وَ اْلإِشْتِرَاكَيِّيْنَ وَالشُيُوْعِيِّيْنَ وَأَشْيَاعَهُمْ،
وَنَسْأَلُكَ اللَّهُمَّ تَحْرِيْرَ بِلاَدِ المُسْلِمِيْنَ، مِنْ فَلَسْطِيْنِ، وَاْلأَقْصَى، وَالْعِرَاقِ، وَالشَّيْشَانَ، وَأَفْغَانِسْتَانَ، وَسَائِرِ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ نُفُوْذِ الْكُفَّارِ الْغَاصِبِيْنَ وَالْمُسْتَعْمِرِيْنَ.
اَللَّهُمَّ ارْحَمْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ اصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ احْفَظْ أُمَّةَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أُمَّةِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اَلَّذِيْنَ يُقْرَأُوْنَ الْقُرْآنَ وَ يُقِيْمُوْنَ الصَّلاَةَ وَ يُؤْتُوْنَ الزَّكَاةَ وَيَصُوْمُوْنَ صَوْمَ رَمَضَانَ، وَيَحُجُّوْنَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ وَيُجَاهِدُوْنَ فِي سَبِيْلِكَ بِأَمْوَالِنَا وَأَنْفُسِنَا وََيحْمِلُوْنَ الدَّعْوَةَ الإِسْلاَمِيَّةَ لاِسْتِئْنَافِ الْحَيَاةِ الإِسْلاَمِيَّة.
اَللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ دَوْلَةَ الخِلاَفَة الرَاشِدَة عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ، اَلَّتِي تُطَّبِّقُ شَرِيْعَتَكَ الْعُظْمَى وَتَحْمِي دِيْنَكَ وَمُعْتَنِقِيْهِ، وَتَحْمِلُهَا رِسَالَةَ إِلَى الْعَالَم بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ وَيا مُجِيْبَ السَّائِلِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَصَلَّى اللهُ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
اللهُ اَكْبَرْ 3× وَللهِ الْحَمْدُ.
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.
Cetak halaman ini